Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad mengungkapkan, aturan LTV ini ditujukan untuk counter cyclical measure. Artinya, ini diterapkan untuk mengerem pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR) apabila harga properti itu sendiri mengalami ketidakwajaran atau bubble.
"Jadi kalau sedang longgar, mengalami penurunan kita dorong kembali itu, sehingga dengan demikian kita bisa meng-counter kelemahan yang ada. Tapi kalau kemudian sudah terlalu tinggi sehingga menciptakan bubble, kita rubah lagi LTV-nya, karena itu bersifat temporary," ujar Muliaman ditemui di Unika Atma Jaya, Semanggi, Jakarta Selatan, Senin (15/8/2016).
Pertumbuhan ekonomi yang kini tengah mengalami pelambatan juga menyeret sektor properti. Sebagai leading indicator, menurutnya, properti perlu didorong agar pertumbuhan perekonomian semakin menggeliat.
"Properti bisa jadi leading indicators untuk tumbuhkembangnya permintaan yang lain. Sebab tumbuh kembang properti itu banyak sekali, mulai dari besi, pasir, semen, dan segala macam itu. Jadi dia bisa menjadi leading indicators untuk menggambarkan kemajuan perekonomian," tegas Muliaman.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) akhirnya menerbitkan aturan pelonggaran LTV untuk KPR dengan uang muka atau down payment (DP) untuk KPR di bank konvensional hanya 15 persen sedangkan di bank syariah sebesar 10 persen. Ketentuan di bidang makroprudensial ini mulai diberlakukan pada Agustus 2016.
Selain itu, BI juga memperbolehkan pemberian kredit bagi rumah inden untuk kepemilikan pertama dan kedua. Hanya saja, rumah yang tengah dibangun harus sudah setengah jadi dari tahap pembangunannya.
Untuk rumah tapak, rumah toko (ruko), dan rumah kantor (rukan) tahap pencairan kredit maksimal 40 persen jika sudah ada fondasi. Sedangkan untuk sudah tutup atap pencairan kredit bisa mencapai 80 persen, jika sudah ada BAST pencairan 90 persen, serta jika sudah AJB dan APHT bisa 100 persen.
Sementara untuk rumah susun, pencairan kredit untuk yang sudah ada fondasi 40 persen, sudah tutup atap 70 persen, BAST 90 persen, serta AJB dan APHT bisa 100 persen dari plafon kreditnya.
Namun demikian, tak semua bank bisa mendapatkan pelonggaran LTV ini. Sebab BI memberlakukan aturan ketat yaitu rasio kredit bermasalah atau non performing loan (NPL) secara umum dan NPL KPR maksimal lima persen bagi perbankan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News