Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan A. Djalil membenarkan hal tersebut. Adapun pernyataan itu ia lempar lantaran sekarang ini banyak tanah yang dimiliki masyarakat, namun tidak digunakan secara maksimal untuk kegiatan yang produktif. Apabila digunakan kepada sesuatu yang produktif maka bisa berdampak positif bagi aktivitas perekonomian.
"Kalau tidak dimanfaatkan kita ambil alih," tegas Sofyan, ditemui di Kemenko Perekonomian, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (30/1/2017).
Sofyan mengaku bahwa hal tersebut sejalan dengan reformasi agraria yang tengah dilakukan. Dia menjelaskan, saat ini terjadi kesenjangan yang luar biasa termasuk terkait kepemilikan tanah. Menurutnya tanah seharusnya bisa memberikan manfaat yang besar jika digunakan untuk kegiatan ekonomi.
"Kalau dibiarkan terlantar, itu tidak akan bermanfaat," tutur dia.
Lebih jauh, lanjutnya, tentunya wacana pengambilalihan tersebut telah mempertimbangkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2010 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar yang diturunkan dalam pasal 1 angka 6 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI Nomor 4 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penertiban Tanah Terlantar.
Dalam aturan itu didefinisikan tanah terlantar adalah tanah yang sudah diberikan hak oleh negara berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai dan hak pengelolaan, atau dasar penguasaan atas tanah yang tidak diusahakan, tidak dipergunakan, atau tidak dimanfaatkan sesuai dengan keadaan atau sifat dan tujuan pemberian hak atau dasar penguasaan.
Dalam aturan menyebutkan akan dilakukan identifikasi dan penelitian tanah yang terindikasi terlantar. Apabila berdasarkan hasil identifikasi dan penelitian disimpulkan terdapat terlantar, maka Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) akan memberitahukan dan sekaligus memberikan peringatan tertulis pertama kepada pemegang hak.
Hal itu agar dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkannya surat peringatan maka masyarakat menggunakan tanahnya sesuai keadaannya atau menurut sifat dan tujuan pemberian haknya atau sesuai izin/keputusan/surat sebagai dasar penguasaannya.
Apabila pemegang hak tidak melaksanakan peringatan tertulis pertama, Kepala Kantor Wilayah memberikan peringatan tertulis kedua dengan jangka waktu yang sama dengan peringatan pertama.
Apabila pemegang hak juga tidak melaksanakan peringatan tertulis kedua, Kepala Kantor Wilayah memberikan peringatan tertulis ketiga atau peringatan terakhir dengan jangka waktu yang sama dengan peringatan kedua.
Di dalam surat peringatan perlu disebutkan hal-hal yang secara konkret harus dilakukan oleh pemegang hak dan sanksi yang dapat dijatuhkan apabila pemegang hak tidak mengindahkan atau tidak melaksanakan peringatan yang dimaksud.
"HGB, HGU, pokoknya tanah terlantar. Siapapun tanah terlantar menurut ketentuan bisa diambil alih, dibatalkan haknya kalau yang sudah punya hak. Yang sudah dapat HGU dibiarkan saja begitu, kita nyatakan tanah terlantar, diperingatkan. Kalau dia tidak bisa optimalkan, diambilalih, dibagi-bagi atau digunakan untuk kepentingan umum," jelas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News