Dilansir dari laman resmi DJPPR Jumat 21 Juli 2017, dengan adanya lonjakan tersebut maka posisi terakhir pada Juni 2017 posisi utang pemerintah mencapai Rp3.706,52 triliun.
Jika dirinci, jumlah itu terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) senilai Rp2.979,50 triliun (80,4 persen) dan pinjaman sebesar Rp727,02 triliun (19,6 persen). Sementara, lonjakan utang berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto sebesar Rp35,77 triliun dan pelunasan pinjaman neto sebesar Rp1,59 triliun.
DJPPR menyebut ada penambahan utang secara neto sebesar Rp191,06 triliun di semester I-2017 yang berasal dari kenaikan SBN sebesar Rp198,89 triliun dan pelunasan pinjaman mencapai sebesar Rp7,83 triliun.
Selain itu, ada kewajiban membayar utang di Juni 2017 sebesar Rp26,89 triliun, terdiri dari pembayaran pokok utang yang jatuh tempo sebesar Rp18,91 triliun dan pembayaran bunga utang sebesar Rp7,98 triliun.
Pemerintah tetap berupaya mengelola risiko utang dengan baik, termasuk risiko pembiayaan kembali, risiko tingkat bunga, dan risiko nilai tukar. Indikator risiko utang pada Juni 2017 menunjukkan bahwa rasio utang dengan tingkat bunga mengambang (variable rate) sebesar 11,2 persen dari total utang.
Dalam hal risiko tingkat nilai tukar, rasio utang dalam mata uang asing terhadap total utang adalah sebesar 40,8 persen. Average Time to Maturity (ATM) sebesar 8,9 tahun, sedangkan utang jatuh tempo dalam 5 tahun sebesar 39,1 persen dari outstanding.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News