"Sehingga, menempatkan pemerintah untuk dapat melakukan usaha terbaik dalam mengoptimalkan penerimaan negara, pilihan prioritas belanja, dan ruang pembiayaan yang semakin terbatas," ujar Puan dalam RAPBN Tahun Anggaran 2023 Beserta Nota Keuangan, Selasa, 16 Agustus 2022.
Dalam pembahasan Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) APBN Tahun Anggaran 2023, jelas Puan, asumsi makro pertumbuhan ekonomi ditetapkan berada pada kisaran 5,3 persen hingga 5,9 persen dan laju inflasi pada kisaran dua persen hingga empat persen.
Kemudian pendapatan negara dipatok sebesar 11,19 persen PDB hingga 12,24 persen PDB, dengan pendapatan perpajakan sebesar 9,3 persen PDB hingga 10 persen PDB. Belanja Negara sebesar 13,8 persen PDB hingga 15,1 persen PDB. Defisit berada pada besaran 2,61 persen PDB hingga 2,85 persen PDB.
Baca juga: FAO Akui Ketahanan Pangan Indonesia Tangguh saat Dunia Krisis |
Adapun tema Rencana Kerja Pemerintah pada 2023, yaitu 'Peningkatan Produktivitas untuk Transformasi Ekonomi yang Inklusif dan Berkelanjutan. Arah kebijakan fiskal difokuskan pada penguatan kualitas SDM, percepatan pembangunan infrastruktur, penguatan reformasi birokrasi, revitalisasi industri, dan pembangunan ekonomi hijau.
"Pemerintah agar telah mengantisipasi berbagai faktor global dan nasional yang dapat memberikan tekanan kepada kemampuan keuangan negara dalam melaksanakan APBN pada 2023," tuturnya.
Puan bilang, APBN 2023 perlu mengantisipasi berbagai dinamika global, konflik geopolitik, perkembangan kebijakan moneter global, stagflasi, perkembangan harga komoditas strategis seperti minyak bumi, kerentanan produksi pangan global, dan lain sebagainya.
"Pasalnya, berbagai dinamika tersebut dapat mempengaruhi kebijakan fiskal APBN dan ketahanan APBN, khususnya yang berkaitan dengan pendapatan negara, peningkatan belanja khususnya subsidi, serta pembiayaan defisit melalui SBN (Surat Berharga Negara)," tegasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News