Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Ilustrasi. Foto: Medcom.id

Kenaikan Cukai Hasil Tembakau Tak Mengurangi Konsumsi Rokok

Eko Nordiansyah • 10 Maret 2022 22:05
Jakarta: Keputusan pemerintah menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) sebesar 12 persen pada 2022 diharapkan dapat menjadi instrumen pengendalian konsumsi tembakau. Sayangnya kenaikan ini tak mengurangi konsumsi rokok, terlebih dengan maraknya penyebaran rokok murah di pasaran.
 
Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) Risky Kusuma Hartono menyoroti dinamika berkembangnya segmen rokok murah di pasaran. Risky mengatakan, kebijakan kenaikan cukai pada 2022 yang diharapkan bisa mengatrol harga rokok tidak cukup berdampak.
 
Pasalnya, selisih tarif CHT antar golongannya masih lebar, akibatnya semakin banyak perusahaan yang menggunakan peluang tersebut dan tetap bertahan di golongan yang lebih rendah. Hal ini memicu maraknya peredaran rokok murah sehingga masyarakat cenderung mudah beralih konsumsi ke rokok murah karena banyaknya pilihan.

"Bertambah maraknya rokok murah berpeluang mengancam target pemerintah dalam menurunkan prevalensi perokok, khususnya perokok anak. Apalagi saat ini Indonesia merupakan negara dengan jumlah prevalensi perokok terbesar di Asia Tenggara," ujar dia kepada wartawan, Kamis, 10 Maret 2022.
 
Dalam simulasi cepat bisa dilihat, selisih harga jual eceran Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan tertinggi dengan golongan di bawahnya masih lebar. Sementara dengan selisih yang masih lebar tersebut, selain diproyeksi produksinya akan tetap marak, konsumenpun akan cenderung dimudahkan untuk membeli rokok yang lebih murah.
 
"Pemerintah agar mengkaji ulang struktur cukai saat ini dengan memperhatikan pertumbuhan rokok murah termasuk pentingnya mendekatkan selisih tarif cukai antar golonganya. Saat ini variasi harga rokok masih luas sehingga masih ada harga rokok yang lebih murah yang bisa diakses masyarakat," katanya.
 
Sementara itu, Sekretaris Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Agus Suyatno mengatakan banyaknya lapisan pada struktur tarif cukai dipandang sebagai pemicu pabrikan untuk bertahan memproduksi rokok murah. Kondisi ini juga membuat banyak perokok dapat berpindah atau beralih ke rokok yang lebih murah.
 
"Kebijakan tarif cukai rokok pada 2022 harus diperkuat dengan kebijakan lainnya agar berdampak signifikan terhadap keberadaan rokok murah yang masih menjamur. Kalau bisa ketika ada kenaikan cukai, harganya tidak terlalu jauh dari satu dengan yang lain sehingga tidak ada industri yang memproduksi rokok murah," jelas dia.
 
Plt. Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Pande Putu Oka mengatakan kebijakan ini sebenarnya ditujukan demi mengendalikan konsumsi barang yang berdampak negatif dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas sumber daya manusia (SDM).
 
Upaya-upaya tersebut sejalan dengan arah kebijakan Kementerian Keuangan dalam PMK 77/2020 terkait reformasi fiskal. Kebijakan cukai yang telah diambil diharapkan dapat mengurangi konsumsi rokok di masyarakat. Ia juga berharap kebijakan CHT juga dapat mengantisipasi perkembangan produk-produk baru yang beredar.
 
"Instrumen fiskal untuk pengendalian tembakau mencakup kenaikan tarif cukai serta simplifikasi struktur cukai dari 19 layer di 2009 menjadi delapan layer di 2022. Upaya ini juga dilengkapi dengan pengawasan harga di pasaran. Tentunya indikator yang bisa dilihat adalah penurunan prevalensi perokok terutama pada anak dan remaja," ujarnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan