Sebelumnya, World Economic Forum (WEF) merilis laporan terbaru mengenai tingkat daya saing negara-negara di dunia. Dalam laporannya tersebut, posisi Indonesia berada di peringkat 41, atau turun empat peringkat.
"Ya daya saing itu (turun karena) nomor satu korupsi, kedua birokorasi, ketiga infarstruktur. Jadi tiga ini masih dikerjakan," ujar Bambang ditemui di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Depok, Minggu (2/10/2016).
Selain ketiga faktor tadi, lambatnya implementasi paket deregulasi kebijakan juga menjadi alasan turunnya daya saing Indonesia. Padahal pemerintahan Joko Widodo telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi hingga paket ke-13.
"Terus terang Presiden kemarin berikan tekanan kebijakan ekonomi, paketnya harus benar-benar bisa diimplementasikan supaya harus terasa dalam bentuk birokrasi yang efisiensi dan friendly kepada investor," jelas dia.
Dalam laporan WEF, disebutkan pula Indonesia masuk dalam peringkat ke-10 untuk ukuran pasar, posisi ke-30 dalam kekuatan pilar ekonomi makro, terlepas dari booming komoditas, dan posisi ke-31 untuk inovasi. Indonesia pun berhasil naik tujuh tingkat, dalam hal pengembangan keuangan.
Sayangnya, Indonesia terpuruk di bawah posisi 100 dalam hal kesehatan dan pendidikan dasar dan berada di posisi ke 108 dalam hal efisiensi pasar tenaga kerja sebagai akibat dari berbagai kekakuan dan redundansi yang menyebabkan biaya tersebut mencapai satu tahun gaji. Selain itu, Indonesia menempati posisi 115 pada tingkat partisipasi tenaga kerja perempuan.
Indonesia juga menempati rendah di 91 dalam hal kesiapan teknologi karena penetrasi Information and Communications Technology (ICT) masih rendah. Pasalnya, hanya seperlima dari populasi di Indonesia menggunakan internet dan hanya ada satu koneksi broadband untuk setiap 100 orang. Namun, teknologi penyerapan oleh perusahaan lebih luas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News