"Kita sebetulnya terlalu tinggi selama ini, karena sudah terbiasa, begitu agak turun, kita mulai bimbang, ini jangan-jangan, enggak ada permintaan, (padahal) enggak ada apa-apa," kata dia di kantornya, Jalan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Jumat (2/9/2016).
Penurunan inflasi, lanjut Darmin, lebih dipengaruhi oleh kembali stabilnya harga bahan pangan usai Lebaran pada Juli 2016. Sedangkan untuk komponen harga lainnya justru mengalami kenaikan.
"Karena kalau Anda lihat yang namanya turun itu adalah pangan. Dan pangan itu juga bukan pangan jadi, itu pangan yang volatile food, bahan pangan seperti beras, apa itu. Tapi kalau Anda lihat makanan dan minuman, produk industri itu naik harganya," jelas dia.
Kendati demikian, Darmin menyebut tingkat inflasi Indonesia belum bisa dikatakan sehat. Bahkan jika dibandingkan dengan negara lain, tingkat inflasi di Indonesia lebih tinggi.
"Kita yang tidak sehat inflasinya ketinggian selama ini. Negara lain itu inflasinya dua persen, bahkan Amerika mungkin terlalu rendah, sehingga bahkan cuma satu persen atau berapa itu, makanya dia ingin naik ke arah dua persen," pungkasnya.
Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi tahun kalender mencapai 1,74 persen secara bulanan atau month to month (mtm), dan inflasi tahun kalender secara year on year (yoy) mencapai 2,79 persen.
Sementara itu, untuk inflasi komponen inti mencapai 0,36 persen secara mtm, dan inflasi komponen inti secara yoy mencapai 3,32 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News