"Pokoknya tidak mengganggu transaksi berjalan," tegas Bambang, di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (27/7/2015).
Pernyataan Bambang tentu diharapkan menjadi kenyataan mengingat persoalan impor minyak saat ini sudah semakin mengkhawatirkan. Bahkan, besarnya impor minyak menganggu kinerja perekonomian Indonesia, termasuk berdampak kepada tekanan terhadap nilai tukar rupiah.
Menurut Bambang, impor minyak tidak akan membengkak setelah adanya pertalite dikarenakan pertalite merupakan bensin peralihan dari BBM jenis premium. "Selama ini kalau buat premium yang diimpor dari RON 90 atau 92 kemudian dicampur nafta jadi RON 88. Jadi, ada yang diimpor jadi pertalite dan ada yang dicampur nafta," jelas dia.
Pernyataan Menkeu ini tentu berbanding terbalik dengan pernyataan Menko Perekonomian Sofyan Djalil yang mengatakan hadirnya BBM jenis pertalite akan memicu kenaikan impor minyak. Bukan tidak mungkin nantinya berdampak terhadap defisit transaksi berjalan.
"Karena pertalite hasil blending (campuran) oktan yang lebih tinggi dengan oktan yang rendah. Hasil blending itulah yang menentukan oktan berapa yang akan dicapai. Kalau pertalite berarti lebih banyak membutuhkan campuran yang lebih tinggi, namun premium sebaliknya," jelas Sofyan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News