Data menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi nasional meningkat menjadi 5,12% year-on-year (yoy), lebih tinggi dibandingkan 4,87% pada triwulan sebelumnya dan melampaui konsensus pasar sebesar 4,80%.
Baca juga: Ekonomi Indonesia tumbuh 5,12% pada kuartal II 2025, ungguli negara tetangga |
Capaian ini menandai laju pertumbuhan tercepat sejak triwulan II 2023, didorong oleh penguatan investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto/PMTB) dan konsumsi rumah tangga, meskipun belanja pemerintah masih mengalami kontraksi.
Sepanjang triwulan II 2025, investasi tumbuh 6,99% yoy, tertinggi sejak awal 2021, dengan pertumbuhan signifikan pada kategori mesin dan peralatan sebesar 25,30% dan bangunan serta struktur sebesar 4,89%. Konsumsi rumah tangga tumbuh 4,97% yoy, sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya, terutama pada sektor transportasi & komunikasi, makanan & minuman, serta restoran & hotel.
Chief Economist Permata Bank Josua Pardede, menuturkan data menunjukkan pengeluaran untuk leisure spending atau kegiatan rekreasi di kalangan kelas menengah ke atas meningkat pesat, bahkan melampaui pengeluaran untuk kebutuhan lain seperti makanan, pakaian, perabotan rumah tangga, dan kesehatan.
“Perilaku ini, terutama di kalangan generasi milenial, menunjukkan adanya perubahan prioritas. Mereka cenderung mengurangi pengeluaran untuk barang tahan lama, namun memprioritaskan rekreasi seperti jalan-jalan atau menonton konser. Hal ini juga tercermin dari performa sektor transportasi dan akomodasi yang sangat baik,” tegas dia dalam paparan di Zoom, Senin, 11 Agustus 2025.
Meskipun terjadi fenomena down-trading di segmen tertentu, misalnya di industri otomotif segmen LCGC, untuk segmen menengah ke atas situasinya berbeda. Mereka mungkin menunda belanja, tetapi bukan karena tidak mampu.
“Contohnya, banyak yang menunda pembelian mobil listrik karena menunggu perkembangan teknologi atau masih bingung memilih model. Ini menunjukkan adanya keraguan atau penundaan belanja, bukan pelemahan daya beli. Buktinya, musim liburan masih sangat ramai dan tiket pesawat selalu habis,” tegas dia.
Dia mengatakan dalam komposisi masyarakat menjadi tiga kelompok, yaitu 40% terbawah, 40% di tengah, dan 20% teratas, maka kelompok 20% teratas memiliki kontribusi terbesar. Kelompok ini menyumbang sekitar 40% dari total konsumsi nasional. Sementara itu, 40% masyarakat di tengah berkontribusi sekitar 30%, dan 40% masyarakat terbawah menyumbang kurang dari 20%.
Artinya, masyarakat berpendapatan rendah memiliki kontribusi yang tidak terlalu besar terhadap konsumsi nasional secara keseluruhan.
“Untuk mendorong pergerakan ekonomi yang lebih signifikan, intervensi kebijakan pemerintah perlu lebih banyak diarahkan pada kelas menengah. Hal ini dikarenakan kelas menengah dan kelas menengah ke atas adalah kelompok yang paling mampu untuk menggerakkan dan menselaraskan pengeluaran, sehingga dapat menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi,” tegas dia.
Dengan mempertahankan kebijakan fiskal dan moneter yang akomodatif, kami memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 berada di kisaran 4,8%–5,1%.
Pertumbuhan ekonomi pada semester dua diperkirakan akan ditopang oleh belanja pemerintah serta dukungan paket stimulus untuk menjaga konsumsi rumah tangga. Investasi akan ditopang oleh belanja modal pemerintah dan kebijakan moneter yang akomodatif termasuk lanjutan pemotongan suku bunga kebijakan.
Mendorong daya beli masyarakat bawah
Head of Macroeconomics & Market Research Permata Bank, Faisal Rachman,menjelaskan meskipun konsumsi Indonesia saat ini ditopang oleh kelas menengah ke atas, jika pemerintah hanya mengandalkan mereka, pertumbuhan ekonomi tidak akan bergerak di atas 5%.“Untuk mencapai target pertumbuhan yang lebih tinggi, konsumsi rumah tangga yang merupakan driver utama ekonomi Indonesia (menyumbang lebih dari 50% PDB) harus digerakkan. Ini berarti pemerintah harus berupaya mengangkat daya beli masyarakat bawah agar mereka bisa bergerak ke kelas menengah dan mampu berbelanja lebih banyak untuk barang sekunder,” tegas dia.
Menjaga daya beli kelas menengah sangat krusial karena jika mereka diabaikan, akan muncul kekosongan di tengah yang dapat memicu fenomena "down-trading" secara berkelanjutan. Down-trading tidak hanya berarti membeli barang yang lebih murah, tetapi juga beralih ke barang bekas (yang tidak berdampak signifikan pada ekonomi) atau bahkan barang ilegal (yang lebih parah lagi dampaknya).
“Oleh karena itu, fokus pemerintah di semester kedua harus menjaga daya beli tidak hanya masyarakat bawah, tetapi juga kelas menengah, melalui program-program yang dapat menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan secara keseluruhan,” tegas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id