"Ini sesuatu yang memang secara keuangan negara buat kita adalah suatu yang perlu untuk kita pelajari betul secara teliti," ujarnya kepada pewarta di Gedung DPR, Jakarta, dilansir Media Indonesia, Senin, 12 Juni 2023.
Menurut Sri Mulyani, penting bagi tiap pihak melihat persoalan tersebut secara menyeluruh.
Baca juga: Asumsi Pertumbuhan Ekonomi RI di 2024 Diubah, Batas Bawah Jadi 5,1% |
Pasalnya, itu tak terlepas dari permasalahan lampau terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
Dalam BLBI terdapat prinsip-prinsip mengenai afiliasi dan kewajiban pihak-pihak yang terafiliasi dengan bank penerima dana BLBI saat itu.
"Memang ada proses hukum pengadilan dalam hal ini. Namun di sisi lain juga Satgas BLBI di mana Pak Mahfud (Menko Polhukam) sebagai ketua tim pengarah, kita masih punya tagihan yang cukup signifikan, termasuk kepada pihak-pihak yang terafiliasi Bank Yama yang dimiliki Bu Siti Hardijanti Rukmana," jelasnya.
"Jadi berbagai adanya perhubungan di antara mereka ini lah yang menjadi fokus dari kita mengenai kewajiban negara. Jangan sampai negara yang sudah membiayai bail out dari bank-bank yang ditutup, dan sekarang masih dituntut lagi membayar berbagai pihak yang mungkin masih terafiliasi," sambungnya.
Hal itu menurutnya justru akan berlawanan dengan upaya pemerintah saat ini untuk mengejar dana BLBI melalui Satgas. Apalagi dari target Rp110 triliun dana yang harus dikejar, Satgas BLBI baru bisa mengumpulkan sekitar Rp30 triliun.
"Kita menghormati tetap di satu sisi berbagai proses hukum, tapi juga kita melihat kepentingan negara dan kepentingan dari keuangan negara terutama karena ini menyangkut hal yang sudah sangat lama dan di dalam satgas BLBI kita harapkan untuk dibahas lebih detail," tutur Sri Mulyani.
Seperti diketahui, pengusaha Jusuf Hamka menuntut pemerintah untuk membayarkan utang yang disebut menjadi haknya. Itu bermula dari deposito milik perusahaannya PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk (CMNP) di Bank Yakin Makmur alias Bank Yama yang urung diganti selepas likuidasi pada krisis moneter 1998.
Jusuf kemudian mengajukan gugatan dan menang di Mahkamah Agung (MA) pada 2015. Dari situ, pemerintah diwajibkan membayar deposito CMNP tersebut beserta bunganya sebesar 2% per bulan. Ia juga mengaku sudah bersurat dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Kemenkeu sekitar 2019-2020 untuk menagih pembayaran utang. Namun, akunya, DJKN sulit dihubungi dengan dalih sedang melakukan verifikasi di Kemenko Polhukam.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News