Menurut dia, seluruh satuan kerja (satker) di Kementerian/Lembaga (K/L) harus mempertanggungjawabkan keuangan negara yang digunakan untuk sebuah hasil. Oleh karena itu bukan hanya laporannya saja yang WTP, tetapi apa yang sudah diperbuat dengan anggaran itu.
"Kita sebagai pengelola setiap K/L satker pertanggungjawaban bukan hanya dalam laporan, tetapi hasil. Bukan berarti kalau sudah WTP pekerjaan selesai," kata dia dalam Rakornas Pengawasan Intern Pemerintah Tahun 2019, di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Kamis, 21 Maret 2019.
Dirinya menambahkan proses pembangunan dan pengawalan seluruh sumber-sumber ekonomi untuk bisa digunakan secara baik menjadi hal yang penting. Salah satunya adalah penggunaan anggaran yang disesuaikan dengan performa masing-masing K/L.
"Maka bukan hanya laporan keuangan yang penting, namun hasilnya bisa dipertanggungjawabkan. Kita terus menerus perlu menyempurnakan pelaksanaan atau performance based budgeting," jelas dia.
Sri Mulyani menceritakan laporan keuangan pemerintah baru mendapatkan predikat WTP pada 2016. Padahal Undang-Undang mengenai pengelolaan keuangan negara sudah ada 13 tahun sebelum pemerintah meraih predikat WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Bukan hanya itu, pemerintah juga memberikan dana insentif bagi daerah dengan mempertimbangkan predikat WTP yang diraihnya. Menurut Sri Mulyani, dana insentif yang dijanjikan pemerintah pusat membuat banyak pemerintah daerah berlomba-lomba untuk meraih predikat WTP.
"Saya juga sempat dengar ada pejabat daerah yang ingin dapat WTP, terus membeli WTP bukan asli. Harusnya, WTP bukan status yang bisa dibeli, tetapi hasil pengelolaan keuangan negara yang memang betul-betul akuntabel," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News