Meski sejauh ini indikator perekonomian nasional relatif aman, menurut dia kondisi ini dapat memburuk jika pemerintah lengah dalam mengantisipasi berbagai kebijakan negara yang menjadi mitra utama seperti Tiongkok, Amerika Serikat, Jepang, dan Eropa.
"Kita harus memperhatikan secara cermat perkembangan ekonomi mitra utama dan global yang tengah menuju resesi agar dampaknya terhadap perekonomian dalam negeri kita bisa dieliminasi semaksimal mungkin. Salah satu kuncinya adalah menjaga pasar dalam negeri dan sikap hati-hati pemerintah dalam mengambil kebijakan," kata Rachmat Gobel, Rabu, 20 Juli 2022.
Indikator makroekonomi terkendali
Sejauh ini, perkembangan indikator makro perekonomian memang masih terkendali. Meski secara umum laju inflasi secara year on year (yoy) per Juni lalu sudah mencapai 4,35 persen, namun laju inflasi inti masih terkendali yaitu sekitar 2,63 persen.Pertumbuhan ekonomi Indonesia juga masih relatif tinggi. Pertumbuhan pada kuartal pertama tahun ini mencapai 5,01 persen dan sampai semester I diperkirakan 4,9-5,2 persen.
Pada neraca perdagangan, tren positif masih tetap berlanjut, seperti bisa dilihat pada semester I-2022 terjadi surplus sebesar USD24,80 miliar atau naik 110,22 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada 2021. Surplus ini berasal dari meningkatnya total ekspor sebesar 37,11 persen yaitu dari USD102,883 miliar pada semester I-2021 menjadi USD141,068 miliar pada semester I-2022.
Sementara itu, pada periode yang sama total impor tercatat naik 27,6 persen dari USD91,04 miliar menjadi USD116,18 miliar. Surplus neraca perdagangan tersebut memberi angin segar pada cadangan devisa yang menurut data Bank Indonesia per Mei 2022 lalu tercatat USD135,6 miliar atau cukup untuk membiayai 6,6 bulan impor.
Pencapaian ini cukup membantu terhadap upaya menghadapi tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Meski terdepresiasi sekitar 4,14 persen sampai Juni lalu, perkembangan nilai tukar rupiah relatif cukup stabil dibandingkan mata uang negara lain, misalnya India yang terdepresiasi 5,17 persen, Malaysia 5,44 persen, dan Thailand 5,84 persen.
Untuk pelaksanaan APBN 2022, menurut laporan Kementerian Keuangan, pendapatan negara sepanjang semester I mencapai Rp1.317,2 triliun atau tumbuh 48,5 persen secara year on year (yoy) dan telah mencapai 58,1 persen dari target pagu Perpres Nomor 98 Tahun 2022.
Realisasi belanja negara mencapai Rp1.243,6 triliun atau lebih tinggi 6,3 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dengan persentase penyerapannya mencapai 40,0 persen terhadap pagu Perpres Nomor 98 Tahun 2022. Dengan perkembangan pendapatan dan belanja negara tersebut, APBN semester I-2022 mencatatkan surplus Rp73,6 triliun atau sekitar 0,39 persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News