Tercatat pada krisis keuangan Asia 1997-1998, respons diberikan melalui revisi beberapa Undang-Undang (UU) antara lain UU Perbankan, UU Bank Indonesia, UU Lembaga Penjamin Simpanan, dan UU Perbankan Syariah. Pada krisis keuangan global 2008-2009, respons diberikan melalui UU OJK dan UU Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan.
Terakhir, dalam masa pandemi yang berlangsung awal 2020, pemerintah dan DPR melahirkan UU Nomor 2 Tahun 2020 sebagai landasan hukum untuk mengatasi dampak pandemi baik ekonomi, kesehatan, maupun kemanusiaan.
"Ke depan, sektor keuangan akan semakin penting, menantang, dan dinamis. Untuk itu, kita perlu mencermati adanya kondisi atau karakteristik setiap krisis yang berbeda termasuk krisis karena pandemi covid-19," ungkap Yustinus, pada Acara Konsultasi Publik RUU P2SK, dilansir dari keterangan tertulisnya, Selasa, 25 Oktober 2022.
Baca: Hasil Transaksi Sementara TEI ke-37 Capai USD2,94 Miliar, Mendag: Angka yang Besar! |
Yustinus menyatakan adanya dinamika perkembangan geopolitik perekonomian global dan keuangan global serta perkembangan instrumen dan transaksi keuangan yang semakin kompleks dan terkoneksi butuh respons yang lebih antisipatif.
Di sisi lain, menurutnya Indonesia membutuhkan penguatan tata kelola industri, penguatan koordinasi antar lembaga otoritas sektor keuangan, dan juga penguatan jaring pengaman sistem keuangan.
“Ini adalah konteks yang melatarbelakangi adanya reformasi sektor keuangan pada saat ini,” kat Yustinus.
Sebagai informasi, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah menetapkan Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU P2SK) dalam RUU Program Legislasi Nasional Prioritas Tahun 2022. RUU P2SK ini merupakan RUU inisiatif DPR yang selanjutnya akan dibahas bersama Pemerintah menjadi UU.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News