"Dengan kebutuhan dana yang cukup besar itu, maka segala bentuk pendanaan kita upayakan agar cita-cita SDGs dunia dapat tercapai. Tentu saja akibat pandemi, upaya kita untuk mencapai SDGs tidak boleh mengendur dan komitmen pemerintah akan terus senantiasa untuk tidak mengubah target dan dengan segala upaya memenuhi target SDGs," ungkapnya dalam SDGs Annual Conference 2021 secara daring, Selasa, 23 November 2021.
Suharso menegaskan meningkatnya kebutuhan pendanaan pembangunan dan terbatasnya anggaran, membuat pemerintah harus melakukan terobosan untuk memenuhi pembiayaan ini dengan cara yang lebih efisien. Cara konvensional dikatakan bukanlah opsi, diperlukan upaya yang inovatif untuk pemenuhan pembiayaan SDGs dari berbagai pihak.
Maka dari itu, beberapa pencapaian positif dalam kerangka kemitraan khususnya untuk dukungan pendanaan melalui terobosan-terobosan baru untuk mengakselerasi pencapaian SDGs, salah satunya dengan keterlibatan lembaga legislatif dalam pelaksanaan SDGs.
Dalam hal ini, lembaga legislatif memiliki hak budget dan memiliki peran pengawasan terhadap pelaksanaan program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah termasuk di dalamnya alokasi anggaran untuk pelaksanaan SDGs.
"Melalui Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR telah diinisiasi Forum Parlemen Dunia untuk pembangunan berkelanjutan atau World Parliamentary Forum on Sustainable Development (WPFSD) dan ini merupakan forum parlemen pertama dan satu satunya di dunia yang berfokus pada isu-isu yang berkaitan dengan SDGs.
"Dukungan dan dorongan dari DPR jadi salah satu upaya akselerasi pencapaiam target SDGs di Indonesia," kata Suharso.
Terobosan lainnya juga dilakukan dengan dukungan dari Kementerian Keuangan, dengan menghadirkan SDG Indonesia One yaitu sebuah platform kerja sama pendanaan yang terintegrasi untuk mendukung pembangunan infrastruktur yang berorientasi pada pencapaian SDGs di Indonesia.
Dalam rangka mengurangi beban pembiayaan yang kian lebar, pemerintah juga telah menerbitkan surat utang negara yaitu SDGs Bond pada September 2021. Nilai yang diterbitkan mencapai Rp8,25 triliun dengan masa tenor 12 tahun.
"Dana hasil SDGs bond akan digunakan untuk membiayai proyek yang masuk kualifikasi dalam pelaksanaan SDGs. Indonesia merupakan salah satu dari tiga negara dunia selain Meksiko dan Uzbekistan yang menerbitkan isu SDGs bond," tegas Suharso.
Selain itu, terobosan lainnya ialah pemanfaatan dana filantropi di antaranya termasuk zakat untuk mendukung sasaran pencapaian SDGs. Baznas dan Filantropi Indonesia telah mendorong peran dana zakat dalam pemenuhan SDGs melalui platform zakat on SDGs sejak November 2016.
Tak berhenti di situ, Indonesia juga dikatakan telah menjadi salah satu leading example dalam pelaksanaan integrated national financing framework yang menawarkan pendekatan sistematis dan holistik dalam pembiayaan SDGs. Kegiatan ini merupakan hasil kerja sama antara Bappenas serta PBB dengan berbagai pemangku kepentingan lainnya.
"Kesadaran semakin tinggi dan upaya untuk mempersempit pendanaan SDGs dunia menjadi fenomena penting yang perlu jadi perhatian kita semua," tuturnya.
Selain upaya di atas, Suharso juga menekankan bahwa Indonesia telah menerbitkan sukuk sebagai salah satu instrumen pembiayaan syariah, yakni dengan Sukuk Wakalah Global yang merupakan sukuk hijau pertama di Indonesia dan Asia.
Menurutnya, penerbitan green bond merupakan salah satu komitmen Indonesia untuk mencapai target SDGs. Dari berbagai terobosan di atas, diperkirakan Indonesia akan mendapatkan potensi pembiayaan yang banyak dari berbagai hal.
6 potensi sumber pembiayaan pembangunan berkelanjutan RI:
- Potensi global finance sebesar USD379 triliun.
- Potensi filantropi dari dana zakat Rp327 triliun per tahun.
- Dana sosial Kristiani Rp61 triliun per tahun.
- Dana sosial Hindu, Budha, dan Kong hu cu Rp1,5 triliun per tahun.
- Perusahaan Rp8,6 triliun per tahun.
- Potensi impact investment dari 2019-2024 mencapai USD22,91 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News