Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 124/PMK.010/2017. Dalam PMK itu tertulis, sasaran inflasi untuk 2019, 2020, dan 2021 masing-masing 3,5 persen, 3 persen, dan 3 persen dengan deviasi sebesar plus minus 1 persen. Proyeksi inflasi itu nantinya menjadi acuan penyusunan program kerja pemerintah dan Bank Indonesia.
Sebelumnya, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Perubahan 2017, inflasi dipatok 4,3 persen dan RAPBN 2018 diproyeksi 3,5 persen.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan target inflasi pemerintah cukup realistis dan sangat mungkin dicapai. Namun, syaratnya pemerintah bisa menjaga harga pangan yang menjadi salah satu penyumbang inflasi serta menetapkan alokasi yang cukup untuk subsidi energi.
"Pertama yang harus dikendalikan adalah harga pangan. Tahun depan akan ada tantangan cuaca yang bisa memengaruhi produksi pangan. Lalu tata niaga pangan, khususnya rantai pasok yang begitu panjang harus terus dipangkas agar harga di tingkat konsumen semakin rendah," ujar Bhima kepada Media Indonesia.
Persoalan selanjutnya ialah pemerintah harus memiliki perhitungan yang akurat terkait dengan pengalokasian subsidi energi. "Sampai akhir 2017 dan awal 2018, mungkin harga minyak mentah akan berada di atas USD55 per barel. Itu di atas asumsi makro APBN sebesar USD48 per barel," jelasnya.
Oleh karena itu, ia mengimbau kepada pemerintah untuk merevisi asumsi makro harga minyak agar angka subsidi energi menjadi realistis. Guna terus menjaga inflasi, Menteri Perekonomian Darmin Nasution meminta peran Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) agar benar-benar berjalan maksimal dan diperkuat.
"Setiap daerah perlu mengenali apa yang rentan di daerahnya terkait inflasi apakah beras, bawang, ikan atau daging. Tentu perlu terus dimonitor dan disusun kebijakannya," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution dalam Rapat Koordinasi TPID dan Pengembangan Infrastruktur Provinsi Se-Sumatra dalam Rangkaian Pertemuan Tingkat Menteri Indonesia Malayasia Thailand Growth Triangle (IMT-GT) di Pangkalpinang, kemarin.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo bahkan memperkirakan pada September ini akan terjadi deflasi 0,01 persen.
Dampak ke Bunga
Dengan inflasi yang terus menurun, ruang untuk penurunan suku bunga amat dimungkinkan. Meski demikian, penurunan suku bunga imbas inflasi rendah tidak akan serta-merta tercapai.
Ekonom BCA David Sumual mengatakan masih terdapat komponen lain yang memengaruhi pergerakan suku bunga, seperti kondisi likuiditas pasar dan perbankan.
"Tentunya inflasi kalau bisa rendah itu akan tecermin di BI-7DRR. Biasanya itu akan memengaruhi suku bunga antarbank dulu, ya, kemudian suku bunga deposit dan kredit. Begitu transmisinya," ujar David.
Terlalu dini menyatakan tren suku bunga mendatang turun hanya dengan berlandaskan proyeksi inflasi. (Media Indonesia)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News