Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. Foto : Medcom/Eko Nordiansyah.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati. Foto : Medcom/Eko Nordiansyah.

Tetap Waspada Meski Utang di Posisi Aman

M Ilham Ramadhan • 16 Juni 2022 18:07
Jakarta: Posisi utang pemerintah dinilai masih berada dalam kondisi aman. Dalam beberapa bulan terakhir, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mengalami penurunan, dari 42 persen menjadi 38 persen.
 
Kendati begitu, pemerintah disebut tak berpuas diri. Sebab dinamika global masih cukup berbahaya dan mengancam perekonomian nasional. Demikian disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam Conference on G20: Expediting Indonesia's Role in Strategic Issues for G20 Presidency.
 
"Jika dibandingkan dengan banyak negara di dunia ini masih dalam taraf yang relatif aman. Kami tidak berpuas diri dalam hal ini, karena lingkungan dunia sangat-sangat berbahaya," tuturnya, Kamis, 16 Juni 2022.

Sri Mulyani menyampaikan, dinamika global telah mengakibatkan sejumlah negara mengalami tekanan dari sisi fiskal. Kenaikan utang tak terhindarkan lantaran dampak dari pandemi covid-19 juga belum teratasi.
 
Rasio utang sejumlah negara saat ini berada di atas ambang batas kewajaran, bahkan menyentuh 100 persen terhadap PDB. Ini mengakibatkan negara tersebut berada di dalam kondisi rentan akan krisis dan terancam gagal bayar.
 
Dari laporan International Monetary Fund (IMF) terdapat 60 negara mengalami peningkatan utang signifikan. Sebanyak 40 negara diantaranya berpotensi mengalami gagal bayar dan mengalami krisis.
 
Karenanya, posisi utang pemerintah Indonesia yang berkisar 38 persen terhadap PDB itu dinilai masih dapat dikelola. Hal ini tak lepas dari kebijakan fiskal dan politik yang diambil pemerintah. "Dalam UU 2/2020, Indonesia menerapkan kebijakan luar biasa karena menghadapi tantangan luar biasa," terang Sri Mulyani.
 
Pada beleid itu, pemerintah diperkenankan untuk memperlebar defisit anggaran di atas tiga persen terhadap PDB hingga 2023. Aturan itu memberi ruang fiskal bagi pemerintah dalam menghadapi pandemi, dan kondisi saat ini yang dianggap masih relevan.
 
UU itu juga menjadi jangkar bagi kebijakan pemerintah dalam mengelola fiskal, moneter, dan keuangan dalam menghadapi situasi krisis. Dengan begitu, peningkatan utang dapat tetap dikelola dan sisi fiskal negara masih bisa memberikan sinyal positif.
 
"Dengan menambatkan kebijakan dengan cara yang sangat kuat, kredibel, dan konsisten, Indonesia setidaknya menciptakan kepastian dan itu menjadi salah satu jangkar stabilitas yang paling penting," tutur Sri Mulyani.
 
Kebijakan fiskal disusun secara fleksibel dan responsif. Meruncingkan agenda prioritas di masa krisis dinilai mampu memberi ruang pada fiskal negara. Karenanya ragam bantalan sosial dapat digelontorkan dan mendukung masyarakat serta dunia usaha yang terdampak dari krisis.
 
"Kami berharap dengan respons kebijakan semacam ini, kami dapat menavigasi dan mengelola proses pemulihan pada 2022 dan berlanjut hingga 2023. Itu adalah respons Indonesia yang menjadi platform bagi kami untuk berbagi selama kepresidenan G20," pungkas Sri Mulyani.

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HUS)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan