"Penerimaan perpajakan kita harus jaga secar hati-hati karena terlihat ekonomi mengalami tekanan dan itu terefleski dari berbagai kegaiatan (ekonomi) ini," kata dia di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis, 16 Mei 2019.
Dirinya mengatakan faktor lain yang menyebabkan turunnya perimaan negara adalah harga minyak dunia yang turun. Meski begitu, pajak penghasilan (PPh) migas masih mengalami pertumbuhan sebesar 5,22 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
"Padahal kalau dilihat asumsi lifting, kurs dan harga minyak lebih rendah ini jadi masih ada yang positif. Total keseluruhan pajak kita masih tumbuh," jelas dia.
Realisasi pajak pada akhir April 2019 sebesar Rp387 triliun atau 24,53 perssn dari target APBN 2019. Namun penerimaan pajak tumbuh melambat dibandingkan dengan tahun lalu, yaitu hanya sebesar 1,02 persen (yoy).
Adapun Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tumbuh minus 4,3 persen menjadi Rp129,9 triliun, karena kebijakan restitusi yang dipercepat. Sementara itu, PPh nonmigas tercatat tumbuh 4,1 persen menjadi Rp232,7 triliun.
"Ini menggambarkan bahwa kita melihat ekonomi mengalaimi pelemahan meski tidak mengalami zona negatif. Namun ktia mulai waspada di samping PPh migasnya gerakannya cukup kuat tapi PPN melemah," tutur mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
Selain penerimaan pajak, penerimaan dari sisi bea keluar juga mengalami perlambatan 29,8 persen menjadi Rp1,5 triliun. Penurunan ini tidak lepas dari ekspor barang tambang yang turun, ditambah harga minyak kelapa sawit (CPO) yang juga mengalami penurunan tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id