Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan pengenaan pajak karbon nantinya bisa digunakan untuk membiayai program pencegahan masalah perubahan iklim. Dengan begitu, sumber pendanaan lebih variatif.
"Penerapan ini akan menjadi salah satu peluang dalam mendorong kita menurunkan emisi gas rumah kaca dan menjadi sumber baru bagi pembiayaan pembangunan berkelanjutan," kata dia dalam webinar di Jakarta, Jumat, 11 Juni 2021.
Meski begitu, ia menyebut penerapan pajak karbon ini masih dalam tahap pertimbangan dan evaluasi oleh pemerintah. Terlebih pemerintah berharap upaya ini bisa mendukung pemulihan ekonomi nasional dari dampak pandemi covid-19.
Rencana pajak karbon tertuang dalam revisi kelima Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP). Subjeknya adalah orang pribadi atau badan yang membeli barang yang mengandung karbon dan/atau melakukan aktivitas yang menghasilkan emisi karbon.
Pajak karbon terutang atas pembelian barang yang mengandung karbon atau aktivitas yang menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu pada periode tertentu. Tarif pajak karbon ditetapkan paling rendah Rp75 ribu per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau satuan yang setara.
Adapun saat terutang pajak karbon adalah pada saat pembelian barang yang mengandung karbon, pada akhir periode tertentu dari aktivitas menghasilkan emisi karbon dalam jumlah tertentu, atau saat lain.
Ketentuan mengenai penetapan tarif pajak karbon, perubahan tarif pajak karbon, dan/atau penambahan pajak objek pajak yang dikenai pajak karbon selain sebagaimana dimaksud akan diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News