Untuk asumsi makro 2025, BI juga memandang rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di rentang Rp15.300 sampai dengan Rp15.700 per USD. Sedangkan inflasi nasional pada 2025 diperkirakan berkisar antara 1,5 persen sampai 3,5 persen.
"Kondisi ekonomi global yang serba tidak menentu, banyak dinamika dan tantangan-tantangan, tentu saja akan berdampak kepada ekonomi Indonesia tahun ini dan juga tahun ke depan. Bank Indonesia menekankan kepada lima risiko utama," kata Perry di Jakarta, Rabu, 5 Juni 2024.
Hal tersebut disampaikan Perry dalam Rapat Kerja Komisi XI DPR RI tentang pembahasan asumsi dasar dalam pembicaraan pendahuluan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) Tahun Anggaran 2025.
Asumsi makro 2025 tersebut didasarkan dengan mempertimbangkan lima risiko utama yang dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional, nilai tukar rupiah dan inflasi dalam negeri.
Lima risiko tersebut adalah:
Pertumbuhan ekonomi global yang melambat.
Harga komoditas yang bergejolak.
Suku bunga acuan AS Fed Funds Rate (FFR) yang bertahan di level tinggi untuk waktu yang lama (higher for longer).
Dolar AS yang masih kuat.
Inflasi global yang turun sangat lambat.
Sementara untuk 2024, BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi di kisaran 4,7 persen hingga 5,5 persen, nilai tukar rupiah berada di rentang Rp15.700 sampai dengan Rp16.100 per USD, serta inflasi domestik berkisar 1,5 persen hingga 3,5 persen.
Baca juga: Menkeu Ambisius Capai Pertumbuhan Investasi 5,9% Walaupun Dihantui Ketidakpastian Global |
Dijegal pelambatan ekonomi global
Lebih lanjut, Perry menuturkan pertumbuhan ekonomi global tidak hanya stagnan namun juga melambat. Negara-negara mitra dagang utama Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang melambat, seperti AS dan Tiongkok.
"Kondisi pertumbuhan ekonomi global ini tentu saja akan berpengaruh sumber-sumber pertumbuhan dari ekspor yang memerlukan suatu kerja keras supaya bisa menjadi pendukung pertumbuhan," tutur Perry.
Di sisi lain, harga komoditas juga berdampak pada inflasi global yang menurun dengan sangat lambat. Kondisi tersebut juga akan berdampak pada upaya dalam mengendalikan inflasi di dalam negeri baik berkaitan dengan harga minyak maupun juga harga pangan.
Sementara BI memperkirakan FFR akan turun pada akhir 2024 sekitar 25 basis poin (bps), dan sekitar 52 bps pada semester pertama di 2025. Dolar AS juga masih kuat sehingga memberikan tekanan terhadap nilai tukar mata uang di seluruh dunia termasuk rupiah.
Selain itu, risiko geopolitik global juga tinggi sehingga perlu menjaga arus modal untuk terus masuk ke dalam negeri dalam rangka menjaga stabilitas. "Ini tentu saja lima hal yang berpengaruh kepada tiga asumsi makro yang kami sampaikan yaitu pertumbuhan ekonomi, nilai tukar dan inflasi," ujar Perry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News