Pasalnya, fungsi alokasi, distribusi, serta stabilisasi yang menjadi patokan utama pemerintah dalam menciptakan kemajuan dan kesejahteraan rakyat Indonesia saat ini masih berpihak pada kelas tertentu saja.
Lembaga Institution for Development and Economics Finance (INDEF) mengatakan, walaupun belanja APBN Indonesia terus meningkat lebih dari dua kali lipat dalam enam tahun terakhir, namun miskin terhadap stimulus.
"Ini terlihat dari kontribusi pengeluaran pemerintah dalam Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang kecil bahkan cenderung stagnan selama 2008 hingga 2014," ucap pengamat INDEF Enny Sri Hartati, dalam Diskusi Dwi Bulanan INDEF, di Jalan Batu Merah No. 45, Pejaten Timur, Jakarta Selatan, Rabu (27/8/2014).
Nilai APBN pada 2009 sebesar Rp937 triliun, sedangkan di 2014 naik menjadi sebanyak Rp1.876 triliun. Untuk pengeluaran pemerintah dalam PDRB dari 2008 hingga 2014 masih berkutat pada angka rerata sebesar 8,92 tertinggal jauh dibanding negara-negara seperti China, Malaysia, India, serta Thailand yang rerata di atas 11,50 selama kurun waktu yang sama.
Menurutnya, anggaran belanja APBN yang terus meningkat dalam enam tahun terakhir habis untuk anggaran belanja pegawai, pembayaran utang, serta subsidi bahan bakar minyak (BBM). "Padahal pos belanja modal seperti pembangunan dan infrastruktur masih terlalu kecil," ujar Enny.
Hal tersebut menjadi penting karena menurut Enny belanja APBN menunjukkan bahwa seberapa besar pemerintah berpihak kepada masyarakat miskin dan pembangunan.
"Namun, selama lima tahun terakhir pemerintah hanya berpihak pada kelas menengah ke atas. Karena hingga saat ini anggaran pos kesejahteraan, kesehatan, serta pendidikan masih minim," paparnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id