Saat ini, upaya terbesar yang dilakukan oleh pemerintah berada di sektor kehutanan dan guna lahan atau dikenal dengan FOLU dan sektor energi. Adapun kedua sektor tersebut merupakan kontributor emisi GRK terbesar di Indonesia saat ini.
"Dengan sektor FOLU yang menghasilkan sekitar 60 persen dan sektor energi menghasilkan 36 persen,” tutur Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dilansir dari Antara, Senin, 29 November 2021.
Pada sektor FOLU, Indonesia berhasil mengendalikan kebakaran lahan dan hutan yang turun hingga 82 persen di 2020, memulai rehabilitasi hutan mangrove dengan target seluas 600 ribu hektare sampai di 2024, yang merupakan terluas di dunia, serta berambisi menjadikan sektor FOLU sebagai carbon net sink di 2030, sehingga terjadi netralitas karbon di sektor tersebut.
Pada sektor energi, Airlangga menyebutkan beberapa upaya yang dilakukan di antaranya melalui pemanfaatan energi baru terbarukan, termasuk pengembangan biofuel, pembangunan pembangkit listrik tenaga surya yang direncanakan sebagai yang terbesar di Asia Tenggara, pengembangan ekosistem mobil listrik, serta pengembangan industri berbasis energi bersih.
Target terdekat yang saat ini menjadi fokus pemerintah adalah peningkatan bauran energi EBT dari yang saat ini sekitar 11 persen menjadi 23 persen di 2025, sehingga upaya transisi ke energi bersih ini diharapkan dapat menjadi sinyal bagi seluruh pihak untuk mulai berinovasi dan beradaptasi ke metode maupun teknologi ramah lingkungan.
"Hal yang lebih penting lagi adalah untuk memperkuat ketahanan energi di Indonesia," jelas dia.
Sektor keuangan
Di sisi lain, ia berpendapat sektor keuangan juga berperan penting dalam memobilisasi pembiayaan transisi ekonomi hijau, contohnya melalui pembiayaan inovatif serta pembiayaan campuran, obligasi hijau, dan sukuk hijau.Selain itu, penyediaan pendanaan iklim dengan mitra negara-negara maju juga merupakan game changer dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di negara-negara berkembang.
"Komitmen pendanaan dari negara-negara maju sebesar USD100 miliar per tahun yang seharusnya sudah dimulai sejak 2020, pada kesempatan di COP-26 di Glasgow kembali dipertegas dan tentu kami berharap kali ini akan terealisasi dalam bentuk aksi, tidak hanya narasi," pungkas Menko Airlangga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News