Pada 1998, perekonomian Indonesia mengalami resesi sejalan dengan kontraksi ekonomi pada kuartal I-1998 hingga kuartal I-1999. Penyebab resesi ini didahului oleh krisis keuangan di Thailand yang kemudian berdampak pada pelemahan rupiah dan mengakibatkan kenaikan utang luar negeri Indonesia.
"Melompatnya tingkat utang luar negeri perusahaan Indonesia menyebabkan gagal bayar pada sektor perbankan, dan akhirnya berdampak sistemik kepada perekonomian Indonesia saat itu," kata Josua kepada Medcom.id di Jakarta, Selasa, 21 Juli 2020.
Dirinya menambahkan, kondisi fundamental perekonomian Indonesia sekarang sangat berbeda dengan kondisi fundamental pada 1998. Krisis juga diperburuk dengan pengelolaan utang luar negeri swasta yang tidak prudent karena sebagian utang luar negeri swasta tidak dilindung nilai, penggunaan utang jangka pendek untuk pembiayaan usaha jangka panjang, serta utang luar negeri yang dipergunakan untuk pembiayaan usaha yang berorientasi domestik.
"Krisis utang luar negeri swasta tersebut yang mendorong tekanan pada rupiah dengan tingkat depresiasi rupiah mencapai sekitar 600 persen dalam kurun waktu kurang dari satu tahun, yaitu dari Rp2.350 per USD menjadi Rp16.000 per USD," jelas dia.
Sementara jika melihat kondisi fundamental Indonesia tahun ini, pengelolaan utang luar negeri swasta cenderung lebih berhati-hati yang mana Bank Indonesia (BI) sudah mewajibkan transaksi lindung nilai bagi korporasi dalam rangka mengelola risiko nilai tukar. Pengelolaan yang lebih baik dari utang luar negeri swasta terlihat dari pertumbuhan utang jangka pendek yang cenderung rendah.
Dari sisi peringkat utang pada 1998, Indonesia sangat rendah yakni junk bond sehingga pemerintah harus berutang dengan premi yang sangat mahal. Sementara kondisi peringkat utang pemerintah Indonesia saat ini sudah Layak Investasi oleh seluruh lembaga pemeringkat internasional.
"Ini menunjukkan keyakinan lembaga internasional masih terjaga terhadap kinerja perekonomian Indonesia yang resilient dan solid yang didukung oleh koordinasi kebijakan moneter dan fiskal yang prudent serta didukung reformasi kebijakan struktural di sektor riil yang mendorong kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam jangka menengah-panjang," ungkapnya.
"Selain itu, yang membedakan dari krisis 1998 di mana social unrest yang terjadi dipicu juga faktor ketidakstabilan politik. Sementara itu, melihat kondisi saat ini, kondisi stabilitas politik tetap terjaga dan terkendali," lanjut dia.
Di tengah kondisi pandemi covid-19, dengan solidnya fundamental ekonomi dan kestabilan politik, lanjut Josua, nilai tukar rupiah diperkirakan akan tetap stabil. Meskipun mengalami perlambatan ekonomi, kontraksi pertumbuhan ekonomi 2020 tidak sampai sedalam kontraksi pada 1998 yang mana pertumbuhan mencapai minus 13 persen.
"Oleh sebab itu tidak akan menyebabkan social unrest mengingat pemerintah juga sudah mengeluarkan stimulus kebijakan yang extraordinary berupa jaring pengaman sosial dan dukungan bagi usaha UMKM yang dapat memitigasi dampak sosial ekonomi dari perlambatan ekonomi 2020 ini," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id