"Indonesia dengan kemampuan untuk menjaga dan mencegah penularan pandemi covid-19 maka momentum kegiatan ekonomi masyarakat juga semakin menguat. Dan ini terlihat dari statistik yang dipublikasikan oleh BPS dimana pertumbuhan ekonomi kuartal I-2022 mencapai 5,01 persen," kata dia, dilansir dari laman resmi Kemenkeu, Selasa, 31 Mei 2022.
Pada saat yang sama, kondisi keseimbangan eksternal terlihat dari neraca pembayaran Indonesia juga mengalami perkembangan yang sangat positif. Kinerja neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus hingga April 2022, selama 24 bulan berturut-turut neraca perdagangan Indonesia terus mengalami surplus.
Menurutnya hal ini merupakan salah satu hal yang akan menjaga ekonomi Indonesia karena kinerja ekspor dengan adanya tren kenaikan harga maupun pemulihan ekonomi global akibat pandemi. Selain itu, menggeliatnya kegiatan ekonomi di Indonesia memberikan kontribusi yang sangat positif dari neraca eksternal.
"Namun, kita juga tidak boleh berpuas diri karena meskipun pemulihan ekonomi di Indonesia berjalan, kita melihat dari sisi global muncul risiko baru yang harus kita waspadai, terutama dalam bentuk kenaikan harga-harga komoditas yang meningkat sangat cepat dan ekstrem," ungkapnya.
Kenaikan harga komoditas
Ia mengungkapkan adanya kenaikan harga komoditas menguntungkan bagi Indonesia sebagai salah satu negara pengekspor komoditas. Namun di sisi lain, kenaikan harga yang sangat ekstrem mendorong inflasi di level global, terutama di negara-negara maju. Inflasi global kemudian diikuti pengetatan kebijakan moneter, terutama di Amerika Serikat, Eropa, dan Inggris."Pengetatan kebijakan moneter artinya interest rate atau suku bunga akan naik dan likuiditas juga akan menjadi lebih ketat. Hal ini perlu untuk diwaspadai dalam implikasinya terhadap momentum pemulihan ekonomi global," ujar dia.
Di sisi lain, kebijakan lockdown atau pembatasan kegiatan seiring kenaikan kasus covid-19 di Tiongkok sangat berdampak pada ekonomi negara tersebut. Hal ini tentu juga akan berdampak pada perekonomian dunia karena jumlah serta size perekonomian Tiongkok yang sangat besar di dalam perekonomian global.
"Risiko-risiko tersebut harus kita antisipasi, termasuk risiko yang berlangsung yaitu konflik Rusia dan Ukraina menyebabkan disrupsi sisi suplai dan sanksi ekonomi yang menyebabkan harga komoditas terutama energi dan pangan yang melonjak sangat ekstrem," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News