"Kebijakan fiskal diarahkan untuk penguatan pengelolaan fiskal dalam rangka memperkokoh fundamental pembangunan dan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Kebijakan fiskal akan lebih parah kalau tidak dipimpin oleh Presiden Jokowi," tegas Misbakhun saat berbicara di Gedung Parlemen, seperti dikutip dalam keterangan tertulisnya, Selasa (20/10/2015).
Misbakhun mengungkapkan, kebijakan fiskal yang dibangun Jokowi dilakukan melalui tiga strategi, yaitu memperkuat stimulus fiskal untuk meningkatkan kapasitas produksi dan daya saing, memperkuat ketahanan fiskal, dan mengendalikan risiko serta menjaga kesinambungan fiskal.
Dia mengatakan, sebagai upaya memperkuat stimulus fiskal, Pemerintah menempuhnya melalui pemberian insentif fiskal untuk kegiatan ekonomi strategis, peningkatan ruang fiskal dan peningkatan belanja produktif.
Menurut politikus Golkar ini, stimulus tersebut dapat dilihat dari bagaimana insentif perpajakan dan belanja infrastruktur untuk memperkuat daya saing juga diperlukan bantalan fiskal untuk memperkuat ketahanan fiskal.
"Memperkuat bantalan fiskal harus dilakukan dengan meningkatkan fleksibilitas untuk mengendalikan kerentanan fiskal yang bisa terjadi akibat target penerimaan tidak tercapai atau belanja subsidi melebar," lanjutnya.
Namun demikian, dibutuhkan penggalian potensi dari sektor unggulan untuk mencapai target penerimaan perpajakan, ekstensifikasi, intensifikasi, penegakan hukum dan penyempurnaan perundangan untuk mencapai target penerimaan. Di samping itu, untuk memperbaiki kualitas pertumbuhan ekonomi, dibangun kebijakan ekonomi untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif bagi investor.
Sekretaris Panja Penerimaan Negara Komisi XI DPR itu menyatakan dalam satu tahun pemerintahan Jokowi, pemerintah telah berjalan ke arah yang tepat, yaitu membangun fondasi yang kokoh berupa meningkatnya APBN, menurunnya subsidi dan meningkatnya anggaran pembangunan infrastruktur, alokasi anggaran ke daerah yang lebih tinggi daripada di pusat, penguatan industri alutsista, insentif pajak untuk mengendapkan dana-dana valuta asing di dalam negeri, dan insentif untuk ekspor.
Menurut dia, pemerintahan Jokowi telah mengambil kebijakan yang berani di tengah impitan dinamika politik Indonesia yang gegap gempita, pelambatan ekonomi global yang berimplikasi pada ekonomi nasional. Dan hasilnya akan bisa dilihat pada tahun kedua dan tiga Pemerintahan Jokowi.
"Kalau Presiden Jokowi tidak mengambil kebijakan berani ini, tidak dapat dibayangkan bagaimana perekonomian kita akan lebih parah," katanya.
Misbakhun mengapresiasi Presiden Jokowi yang memiliki Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro. Pasalnya, Pak Bambang memiliki kompetensi, integritas dan kecakapan dalam berkomunikasi dengan DPR dan stakeholders lain sehingga mampu mensinergikan berbagai kebijakan ekonomi sesuai visi Nawacita.
"Jokowi patut bersyukur memiliki Pak Bambang yang berintegritas dan komunikatif dengan DPR sehingga mampu mensinergikan berbagai kebijakan ekonomi," ucapnya.
Sekadar diketahui, dalam RAPBN 2016, pemerintah menargetkan belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.339,1 triliun dengan rincian belanja kementerian dan lembaga Rp780,4 triliun dan belanja non-kementerian dan lembaga Rp558,7 triliun. Transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp782,2 triliun. Jika ditambah dengan APBD yang bersumber dari pendapatan asli daerah (PAD), jumlahnya menjadi lebih dari Rp1.000 triliun.
"Untuk pertama kalinya dalam sejarah, dan ini luar biasa, transfer daerah melebihi anggaran untuk kementerian. Presiden Jokowi juga menyiapkan dana infrastruktur yang mencapai Rp313,5 triliun; delapan persen dari RAPBN 2016 senilai Rp2.121,3 triliun," tutupnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News