Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan bank sentral akan menjalankan kebijakan yang pre-emptive, front loading, dan ahead the curve. Bahkan, BI akan menggunakan instrumen kebijakan moneter untuk stabilias nilai tukar rupiah yang lebih banyak tertekan karena perkembangan ekonomi AS.
"Kami kalau melakukan respons cepat ya RDG bisa ditambah. Di samping juga sekaligus langkah pre-emptive untuk FOMC 14 Juni yang akan datang," kata Perry, di Gedung Kementerian Keuangan, Jalan Dr Wahidin Raya, Jakarta Pusat, Senin, 28 Mei 2018.
Sebelumnya, BI menyebut RDG Bulanan tambahan tidak menggantikan RDG Bulanan reguler yang tetap akan diselenggarakan sesuai jadwal. RDG Bulanan tambahan rencananya membahas kondisi ekonomi dan moneter terkini serta prospek ke depan.
Padahal sebelumnya BI telah melaksanakan RDG pada 16-17 Mei lalu, yang menetapkan kenaikan suku bunga acuan BI 7 Day Reverse Repo Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 4,50 persen. Kenaikan ini dimaksudkan untuk meredam tekanan rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD).
Sayangnya langkah BI belum berhasil membuat rupiah membaik karena penguatan USD terjadi hampir terhadap semua mata uang negara berkembang. Tentu BI dan pemerintah terus melakukan upaya agar nilai tukar rupiah tidak lagi melemah di sisi lain bisa terus menguat.
Pada perdagangan pagi tadi, rupiah melesat di zona hijau dibandingkan dengan penutupan perdagangan sore di pekan sebelumnya di Rp14.133 per USD. Sejumlah sentimen positif diharapkan terus berdatangan dan memberi kekuatan untuk rupiah bisa terus menguat.
Mengutip Bloomberg, nilai tukar rupiah perdagangan pagi dibuka melonjak ke Rp14.095 per USD, dengan day range nilai tukar rupiah berada di kisaran Rp14.088 sampai dengan Rp14.095 per USD. Sedangkan menurut Yahoo Finance, nilai tukar rupiah berada di posisi Rp13.853 per USD.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News