"Indonesia mempercepat laju reformasi dalam beberapa tahun terakhir dan upaya ini memberikan hasil. Kami memuji tekad pemerintah memperbaiki iklim usaha di Indonesia," ungkap Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia, Rodrigo A Chaves, ditemui di Gedung BEI, SCBD Sudirman, Jakarta, Rabu 1 November 2017.
Menurut dia, beberapa reformasi yang telah dilakukan untuk mencapai prestasi tersebut, seperti memulai usaha dibuat lebih rendah dari 19,4 persen menjadi 10,9 persen, biaya mendapatkan sambungan listrik dibuat lebih murah dengan mengurangi biaya sambungan dan sertifikasi kabel, yaitu 276 persen dari pendapatan per kapita turun yang sebelumnya 357 persen.
"Tak hanya sebatas itu, akses perkreditan juga semakin meningkat dengan hadirnya biro kredit baru," kata dia.
Perdagangan lintas negara pun, bilang sia, semakin baik dengan adanya penagihan elektronik untuk pajak, bea cukai, serta pendapatan bukan pajak sehingga waktu untuk mendapatkan, menyiapkan, memproses, dan mengirimkan dokumen saat impor turun dari 133 jam menjadi 119 jam.
Kemudian, pendaftaran properti dibuat dengan mudah dengan pengurangan pajak. Alhasil mengurangi biaya keseluruhan dari 10,8 persen menjadi 8,3 persen dari nilai properti.
"Hak pemegang saham minoritas juga diperkuat dengan adanya pengangkatan hak, peningkatan peran mereka dalan keputusan perusahaan besar, dan peningkatan transparansi perusahaan," jelasnya.
Saat ini, untuk memulai usaha di Ibu Kota Indonesia, yakni Jakarta, dibutuhkan waktu 22 hari dibandingkan 181 hari pada laporan EODB 2004. Meski demikian, jumlah prosedur untuk mendaftarkan bisnis baru tetap tinggi, yaitu 11 prosedur, dibandingkan lima prosedur di negara ekonomi berpendapatan tinggi di ruang lingkup negara anggota The Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD).
Indonesia pun memperbaiki banyak kepailitan dan hal ini merupakan pencapaian terbaik. "Dari sisi lain Indonesia masih perlu melakukan perbaikan di bidang penegakan kontrak," ungkap dia.
Sedangkan biaya untuk menyelesaikan perselisihan komersial melalui pengadilan negeri di Jakarta turun hampir separuh dari 135,3 persen dari klaim di 2003 menjadi 74 persen.
"Ini jauh lebih tinggi daripada rata-rata 21,5 persen di negara ekonomi berpendapatan tinggi negara anggota OECD," pungkas Rodrigo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News