Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah. FOTO: DPR RI
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah. FOTO: DPR RI

Banggar: Keberhasilan PEN Jadi Landasan Penyusunan RAPBN 2021

Angga Bratadharma • 19 Juni 2020 19:59
Jakarta: Ketua Badan Anggaran DPR RI MH Said Abdullah memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia berada dikisaran 1,5 persen di sepanjang tahun ini, dengan mencermati perkembangan ekonomi makro pada pertengahan 2020. Adapun program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) diharapkan bisa berdampak maksimal untuk menahan laju penurunan ekonomi.
 
Artinya, lanjut Said, jika pertumbuhan ekonomi tahunan pada 2019 sebesar Rp15.833 triliun maka PDB total pada akhir 2020 berkisar Rp16.070,49 triliun. Namun, asumsi pertumbuhan ini mengandaikan pemerintah berhasil dalam pengendalian covid-19, dan program PEN menjadi stimulus efektif untuk menjaga daya beli masyarakat.
 
"Dan menggerakkan sektor riil, terutama Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)," kata Said berbicara tentang Asumsi Makro dan Kebijakan Fiskal Tahun 2021, seperti dikutip dari keterangan resminya, di Jakarta, Sabtu, 20 Juni 2020.

Menurutnya keberhasilan program PEN akan menjadi landasan dalam penyusunan RAPBN Tahun 2021 berdasarkan Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF). Sehingga RAPBN 2021 akan dapat menjadi stimulus yang lebih produktif, efektif dan efisien untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan neraca keuangan pemerintah.
 
Kebijakan fiskal 2021, tambahnya, merupakan momentum yang tepat untuk melakukan reformasi sektoral dan fiskal yang diarahkan antara lain untuk mempercepat upaya penanggulangan kemiskinan, pengangguran, mempercepat pembangunan SDM dengan meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan masyarakat.
 
"Dan memperkuat peran dan kontribusi sektor UMKM, membangun industri dan domestic supply chain nasional, membangun ketahanan pangan, serta pemerataaan pembangunan antarwilayah," tukasnnya.
 
Dirinya menekankan keberhasilan program PEN pada 2020 ini menjadi kunci penguatan pertumbuhan ekonomi pada 2021. Apalagi, asumsi pertumbuhan ekonomi yang diajukan pemerintah dalam KEM PPKF 2021 berkisar 4,55,5 persen.
 
"Saya berpandangan asumsi ini cukup optimistis dan bisa direalisasikan, namun bukan tanpa reserve. Ada prasyarat yang harus dipenuhi oleh pemerintah untuk menuju pencapaian ini," tuturnya.
 
Kemudian, masih kata Said, realisasi inflasi rendah pada sepanjang 2020 dan dipahami sebagai menurunnya daya beli masyarakat. Target inflasi pada 2021 berkisar 2-4 persen harus bagian dari pencerminan keberhasilan pengendalian inflasi, bukan representasi rendahnya daya beli masyarakat.
 
"Saya berpandangan, indikator daya beli naik bila realisasi inflasi pada 2021 berkisar pada empat persennan," ucapnya.
 
Kemudian, berdasarkan Undang Undang (UU) No 2 Tahun 2020 tentang Perppu No 1 Tahun 2020, pada APBN 2021 masih diberikan ruang hukum untuk defisit APBN melebih tiga persen. Adapun skenario pemerintah pada APBN 2021 disebutkan defisit APBN 2021 berkisar 5,07 persen.
 
Pelonggaran defisit di 2021 harus dibayar prestasi kerja pemerintah atas keberhasilan PEN. Selain itu, juga harus mampu meningkatkan rasio pajak. Sebab bila rasio pajak terhadap PDB tidak meningkat sebanding dengan peningkatan rasio utang terhadap PDB, ke depan Indonesia harus membayarnya dengan mengecilnya ruang fiskal akibat pembayaran cicilan utang.
 
"Lebih dari itu, menandakan berbagai program stimulus perpajakan tahun ini tidak memberikan kick back berarti bagi penerimaan 2021," tuturnya.
 
Ia menambahkan rasio perpajakan pada 2021 harusnya bisa lebih tinggi dari angka yang dipatok oleh pemerintah pada RAPBN 2021 sebesar 8,2-8,6 persen terhadap PDB. Pada tahun tahun “normal” saja rasio pajak Indonesia pada kisaran 9-10 persen.
 
"Target rasio perpajakan 8,2-8,6 persen pada 2021 sangat tidak sebanding dengan keinginan mencapai pertumbuhan ekonomi pada kisaran 4-5 persen. Idealnya rasio perpajakan pada kisaran 10 persen sebagai representasi target pertumbuhan ekonomi pada kisaran 4-5 persen," kata Said.
 
Lebih lanjut, Said mengungkapkan, drama perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat belum berakhir. Kini, Indonesia kembali dikejutkan dengan potensi ketegangan kawasan, terutama di sekitar Laut Cina Selatan yang melibatkan raksana ekonomi dunia, seperti Tiongkok dan Amerika Serikat.
 
Hal ini, tegasnya, harus menjadi atensi pemerintah dan dimasukkan sebagai variabel yang harus dimitigasi. Sebab ketegangan kawasan di jalur perdagangan internasional, terlebih melibatkan dua mitra dagang strategis Indonesia berpotensi akan memberikan tekanan terhadap kegiatan ekspor dan impor, termasuk gejolak di pasar keuangan.
 
"Termasuk harga minyak dunia. Akibatnya, akan berpengaruh atas angka angka asumsi makro yang di rancang oleh pemerintah pada 2021," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan