"Selama pandemi banyak aktivitas seperti pendidikan, kesehatan, dan ekonomi telah ditransformasikan ke dalam ekonomi digital. Bahkan kenaikannya sampai 25 persen hingga Juli tahun lalu, sangat potensial," kata dia, dalam OECD/G20 Inclusive Framework on BEPS secara virtual di Jakarta, Kamis, 28 Januari 2021.
Sayangnya sejauh ini negara-negara di dunia belum menyepakati soal ketentuan penerapan perpajakan internasional. Padahal, menurut Sri Mulyani, kesepakatan global untuk menjalankan perpajakan internasional ini diperlukan agar ada keadilan bagi semua negara.
Dalam pertemuan G20 sebelumnya, kesepakatan untuk penerapan perpajakan internasional belum dicapai. Meskipun selama ini prinsip-prinsip perpajakan internasional telah dirumuskan antara negara anggota G20 bersama dengan OECD.
"Perjanjian multilateral yang lebih mapan, dapat diprediksi dan berdasarkan perjanjian perpajakan yang lintas batas akan menjadi sangat penting bagi setiap negara," jelas dia.
Ia menambahkan, saat ini banyak negara mengalami tekanan penerimaan negara akibat pandemi covid-19. Dengan kebutuhan belanja yang meningkat, pemerintah membutuhkan tambahan penerimaan yang bisa diandalkan seperti pajak digital.
"Di seluruh negara, semua kementerian keuangan memiliki tugas yang sulit untuk mengkonsolidasikan dan mendayagunakan kebijakan fiskal mereka. Perpajakan digital dapat dianggap penting, adil, dan kuat untuk setiap negara," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News