"Walaupun untuk agreement tidak dibutuhkan, kita tetap melakukan hak perpajakan dari Indonesia. Untuk PPh-nya ini lebih pada bagaimana settlement mengenai pembagian dari keuntungan," kata dia dalam video conference di Jakarta, Selasa, 1 Desember 2020.
Pemerintah saat ini baru memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi elektronik yang dilakukan oleh perusahaan digital asing di Indonesia. Total sudah ada 46 perusahaan yang menjadi pemungut PPN atas perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE).
"Tentu secara estimasi kita bisa katakan income yang diperoleh dari Indonesia, pasti bisa diestimasi berdasarkan pembayaran PPN. Ini bisa saja dijadikan bahan sebagai teman-teman pajak untuk pemungutan PPh," ungkapnya.
Lebih lanjut, ia berharap kesepakatan perpajakan global akan memberi kepastian untuk keadilan sistem pajak. Namun begitu, apabila tidak ada kesepakatan di tingkat global maka bukan berarti pemerintah tidak bisa memungut pajak di Indonesia.
Saat ini para menteri keuangan G20 dan OECD telah merumuskan Cetak Biru untuk Pilar 1 dan Pilar 2 yang disetujui untuk dirilis ke publik melalui Kerangka Kerja Inklusif G20/OECD tentang Base Erosion and Profit Shifting (BEPS).
"Pemerintah Indonesia akan tetap memungut berdasarkan sesuatu peraturan UU yang dimiliki yang kita anggap hak pemajakan terutama PPN yang selama ini sudah mulai dilakukan. Tentu dari sisi income tax yaitu income yang mereka generate dari operasi mereka di Indonesia," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News