Hal ini disampaikannya dalam Webinar Platform for Collaboration on Tax (PCT)Tax & SDGs Event Series: Tax and Gender Workshop. Menurut Sri Mulyani, sistem perpajakan yang kuat dapat menghasilkan dana tambahan untuk program-program yang dirancang untuk meningkatkan kesejahteraan perempuan dan laki-laki.
"Dalam merancang reformasi perpajakan, kami juga menempatkan perspektif dan peran perempuan dalam konteks kesetaraan gender. Ada beberapa hal yang harus kita perhatikan dalam merancang reformasi perpajakan ini," kata dia dilansir dari laman resmi Kemenkeu, Sabtu, 19 Juni 2021.
Pertama, ia menyebut, perlu adanya pengembangan kebijakan pajak yang sensitif gender. Kebijakan perpajakan perlu dirancang dengan memperhitungkan perempuan dan laki-laki memiliki peran dan kebutuhan sosial yang berbeda, sehingga ada kesetaraan gender.
"Kedua, bagaimana model penawaran tenaga kerja yang dinamis untuk negara berkembang dalam hal ini Indonesia, yang menunjukkan perbedaan sensitivitas perpajakan terhadap penawaran tenaga kerja di mana perempuan cenderung lebih sensitif terhadap pajak yang mempengaruhi upah mereka," ungkapnya.
Sri Mulyani menambahkan, penelitian ini menunjukkan bahwa tarif pajak yang sama memiliki implikasi yang berbeda antara tenaga kerja perempuan dengan tenaga kerja laki-laki. Dengan begitu, menurutnya, hal ini harus menjadi pertimbangan dalam merancang kebijakan pajak.
"Ketiga, kita perlu juga mengedukasi pendidikan pajak mulai dari usia dini. Saya meminta Dirjen Pajak untuk berkunjung ke sekolah memberikan literasi dan pengetahuan dasar tentang perpajakan," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News