Pertama, dia mengungkapkan banyak warga yang memandang ASEAN bakal menjadi satu-satunya pusat pasar yang dikendalikan satu negara. Bahkan tak jarang banyak pula orang yang menyamakan konsep MEA dengan Uni Eropa. Tapi Djauhari menampiknya mentah-mentah.
"Wilayah ASEAN itu pasar bersama di mana barang, jasa dan manusia masih harus mengikuti semua prosedur perdagangan yang dibuat bersama," kata Djauhari pada kelas Ideologi DPW NasDem di Gedung DPP NasDem, Jalan Soeroso, Jakarta Pusat, Rabu (27/4/2016).
Kedua, kata Djauhari, MEA dianggap sebagai kerja sama yang hanya mempermudah masuknya tenaga kerja asing. Padahal menurut dia sesungguhnya MEA bukan hanya berbicara tenaga kerja saja. Kalaupun ada soal tenaga kerja, sudah diatur bersama dalam mutual recognition arrangements (MRA).
"MEA tidak mengatur pergerakan tenaga kerja, MEA memilii kesepakatan bersama untuk mengakui standar profesi masing-masing negara," terang dia.
Poin ke tiga yang dianggap mitos oleh Djauhari adalah MEA dipandang sebagai isu kemarin sore. Padahal, menurut dia, MEA sendiri sudah dibahas sejak lama oleh pendiri negara ASEAN. Penggodokannya pun sudah dilakukan secara matang.
"MEA bukan kejadian 2015 saja. Tapi merupakan suatu proses yang telah berlangsung sejak tahun 1967 hingga penyusunan MEA 2025," jelas dia.
Terakhir, dia bilang MEA bukan semata-mata suatu konsep pasar bebas. MEA harusnya dipandang sebagai kawasan dengan nilai keuntungan besar bagi Indonesia. Sehingga, lanjut Djauhari, ada baiknya memang Indonesia mempersiapkan diri menghadapi MEA ini.
"MEA tidak hanya sekedar pasar bebas tetapi merupakan suatu integrasi kawasan. Kita bisa jadikan ini kesempatan bahwa Indonesia bangsa yang besar," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News