"Yang paling penting adalah untuk mencegah penumpukan belanja di semester 2, triwulan 4 dan terlambatnya eksekusi anggaran. Makanya itu kita coba prefunding. Jadi proyek-proyek itu kita upayakan dan terutama yang siap itu dimulai Januari," kata Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro di Kantor Pusat Ditjen Pajak, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Selasa, 3 November.
Ia menjelaskan, prefunding tersebut berasal dari penerbitan atau penarikan utang yang bisa dilakukan di akhir 2015 untuk pembiayaan di awal 2016. Hal tersebut sesuai dengan Undang Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Dalam pasal 27, disebutkan bahwa untuk menjamin ketersediaan anggaran di awal 2016, pemerintah dapat melakukan penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) di kuartal IV-2015.
Selama ini, papar dia, dalam UU APBN disebutkan bahwa penerbitan utang untuk pembiayaan belanja tersebut hanya boleh dilakukan di/untuk tahun anggaran yang sama. Misal, untuk pembiayaan 2015, pemerintah baru bisa menerbitkan utang terhitung 1 Januari 2015.
"Kalau kita mengandalkan financing yang biasa itu repot, karena pajak atau penerimaan pajak Januari itu terbatas, dan masuknya juga mungkin kebanyakan di akhir bulan. Gimana untuk proyek yang sudah ditandatangani awal bulan atau pertengahan bulan," tuturnya.
Dengan prefunding, sebut Bambang, diharapkan dapat memperbaiki kualitas penyerapan dan membantu pertumbuhan ekonomi. Karena biasanya pada triwulan pertama, pertumbuhan ekonomi selalu mengalami penurunan akibat peran pemerintah yang tidak terlihat dalam pembiayaan proyek.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri telah menginstruksikan untuk mendahulukan pembiayaan proyek empat kementerian seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Pertanian (Kementan), serta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
"Keempat ini yang proyek infrastrukturnya relatif banyak. Kalau persisnya berapa kita belum tahu karena tergantung kementerian tadi. Feeling saya yang paling siap itu PU (Kementerian PUPR), dan nanti bulan Januari kebutuhannya berapa itu tergantung proyek yang benar-benar siap untuk bulan Januari di mana kontraknya ditandatangani Desember. Itu paling tidak uang muka, entah 20 persen atau 30 persen," jelas dia.
Untuk penyediaan anggarannya, pemerintah melakukan skema pinjaman melalui pendekatan pada lembaga multilateral dan bilateral. Lembaga ini diharap mampu menyediakan pembiayaan di akhir tahun ini. Jika tidak, maka diharap mereka dapat mencairkan pembiayaan tersebut pada Januari tahun depan.
"Kalau mereka tidak bisa di-front loading (penerbitan utang) di Desember, tapi paling tidak Januari pencairannya. Kita sekarang negosiasi dan Januari pencairannya akan kita lakukan. Kemudian multilateral bilateral supaya ada pencairan yang lebih cepat di bulan Januari," pungkas Bambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News