"Tentu kita lihat (rasio) utang kita tetap di bawah 40 persen, terendah dibandingkan negara maju yang bahkan di atas 100 persen juga negara berkembang yang lain. Jadi relatif ini masih hati-hati," kata Airlangga di sela acara Seminar Nasional Perekonomian Outlook Indonesia di Jakarta, Jumat, 22 Desember 2023.
Adapun jika mengacu pada Undang-Undang Nomor 1/2003 tentang Keuangan Negara, batas maksimal rasio utang pemerintah terhadap PDB ditetapkan sebesar 60 persen.
Menurut Airlangga, sejauh ini utang tersebut telah digunakan dengan baik, khususnya untuk pembangunan infrastruktur. Namun, dirinya memberikan catatan terkait Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang masih tinggi.
"Kita masih bisa perbaiki, tetapi tentu ini butuh upaya ekstra. Artinya pengelolaan manajemen dari pembangunan baik yang dilakukan pemerintah, dilakukan BUMN swasta harus lebih baik lagi, salah satu faktornya adalah faktor transportasi dan harus diingat kita negara kepulauan, dan tidak ada negara kepulauan sebesar Indonesia," ujar dia.
Baca juga: Utang Baru RI Rp600 Triliun Untuk Tambal Sulam APBN 2024 |
Genjot pembangunan infrastruktur
Lebih lanjut, Airlangga menyoroti pentingnya pembangunan infrastruktur, terutama di daerah Indonesia Timur guna menekan biaya logistik dan transportasi. Ia mengungkapkan target untuk menekan biaya logistik mencapai delapan persen pada 2045.
"Kita punya target untuk transportasi dan logistik, ya mungkin pada 2030 kita masih 12 persen, tapi 2045 kita harapkan turun jadi 8 persen," terang Airlangga.
Adapun kinerja fundamental ekonomi Indonesia dinilai masih tetap terjaga di tengah adanya ketidakpastian global. Bahkan Bank Dunia memproyeksikan ekonomi Indonesia akan terjaga di angka lima persen sampai ekonomi Indonesia akan konsisten terjaga di level lima persen.
Dari segi inflasi, Airlangga menilai tingkat inflasi Indonesia masih relatif terkendali. Inflasi Indonesia tercatat sebesar 2,86 persen secara tahunan (yoy) pada November 2023.
"Capaian ini merupakan hasil arahan Presiden, sinergi antara fiskal, moneter dan riil, dan ini dukungan dari masyarakat, dan kebijakan fiskal menjadi shock absorber yang responsif terhadap kebijakan perekonomian. Kebijakan moneter juga berperan strategis menjaga stabilitas dan mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan," jelas Airlangga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News