Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu mengatakan, kenaikan harga komoditas ini memang memberatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pasalnya APBN harus menghadapi risiko kenaikan belanja.
"APBN harus hadir menjamin tidak terjadi kenaikan harga fluktuatif untuk kepentingan rakyat banyak. APBN harus siap absorb risiko ini, dalam konteks APBN menjadi shock absorber," kata dia, dalam Indonesia Macroeconomic Updates 2022, Senin, 4 April 2022.
Namun demikian, di sisi lain kenaikan harga komoditas ini juga menguntungkan karena Indonesia mendapat penerimaan negara cukup tinggi. Apalagi harga CPO yang merupakan komoditas utama ekspor Indonesia sempat menyentuh harga tertinggi.
"Jadi ini merupakan nilai tambah besar bagi perekonomian kita sebab ekspor kita CPO dan produk sawit, batu bara. Di sisi lain (kenaikan komoditas) jadi sumber tambahan likuiditas perekonomian," ungkapnya.
Ia menambahkan, saat terjadi kenaikan harga komoditas biasanya konsumsi di Indonesia juga mengalami peningkatan. Oleh karena itu, Febrio menilai, kenaikan ini juga bisa memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Dengan tingginya harga komoditas akan mengalir ke sektor perbankan dan mengalir ke konsumsi masyarakat khususnya petani menikmati kenaikan harga tersebut. Dan secara tidak langsung perekonomian di sekitar sektor tersebut," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News