"UU HPP ini penting bagi masyarakat, karena kalau kita bicara pajak, masyarakat langsung merasa 'oh ini beban ini'. Padahal di dalam harmonisasi ini banyak sekali pemihakan ke rakyat, terutam kelompok tidak mampu, UMKM. Tidak mungkin DPR akan membiarkan pemerintah membuat policy yang membebani masyarakat," kata dia dalam sosialisasi UU HPP, Jumat, 17 Desember 2021.
Ia mengungkapkan, aturan pajak harus netral, sederhana, dan efisien sehingga tidak membebani wajib pajak. Selain itu, aturan pajak yang sederhana juga akan membantu petugas pajak agar bisa lebih mudah melayani masyarakat, sehingga tujuan pajak untuk mendorong perekonomian bisa tercapai.
Penerapan NIK jadi NPWP disalahartikan
Salah satu ketentuan pajak yang banyak disalahartikan adalah penerapan Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang akan menjadi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sri Mulyani menegaskan, aturan ini tidak serta merta membuat semua orang yang memiliki KTP akan langsung menjadi wajib pajak dan dipungut pajaknya."Ini sekarang masuk media sosial karena gampang headline-nya menarik masyarakat. 'Oh jadi mulai sekarang pemerintah dan DPR setuju semua orang bayar pajak, yang punya NIK mau mahasiswa, enggak punya pendapatan harus bayar pajak, karena menjadi NPWP'. Itu pasti menakutkan masyarakat, tapi itu salah dan menyesatkan," ungkapnya.
Ia menambahkan, ketentuan untuk menjadikan NIK sebagai NPWP bertujuan agar menyederhanakan proses perpajakan. Pasalnya selama ini masyarakat harus memiliki identitas yang berbeda-beda, sehingga dengan adanya aturan baru akan lebih memudahkan, namun tidak semuanya langsung dikenakan pajak.
"Sekarang NIK bisa jadi NPWP. Apakah semua harus bayar pajak? Ya kalau Anda enggak punya pendapatan, ya Anda enggak bayar pajak. Kalau enggak ada kemampuan, Anda dibantu pemerintah. 10 juta masyarakat enggak bayar pajak diberikan PKH, masih ditambah (kartu) sembako. Jadi enggak bayar pajak, sudah pasti enggak bayar pajak karena mereka tidak mampu," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News