baca juga: Berita Terpopuler Ekonomi: OJK Susun Aturan agar Masyarakat Bisa Ngutang Rp10 Miliar |
"Pengelolaan utang pemerintah perlu dilakukan secara lebih hati-hati," kata Direktur Riset Bidang Makroekonomi dan Kebijakan Fiskal-Moneter CORE Akhmad Akbar Susamto, dilansir Antara, Rabu, 24 Juli 2024.
Akbar menekankan perlunya diversifikasi sumber pembiayaan seperti skema kerja sama pemerintah badan usaha untuk mengurangi risiko refinancing utang akibat pembayaran utang jatuh tempo yang melonjak di 2025-2027.
"Posisi utang pemerintah terhadap pendapatan tentu tidak aman karena melebihi batas yang ditetapkan oleh IMF misalnya dalam range 90-150 persen. Kita sudah 300 persen," ujar dia.
Utang pemerintah hingga Mei 2024 mencapai Rp8.353,02 triliun. Menurut dia, ketika pemerintah mengalami defisit, maka pendanaan untuk belanja pemerintah sebagian berasal dari utang sehingga utang pun melebar.
Sampai dengan semester I-2024, defisit APBN tercatat sebesar Rp77,3 triliun atau 0,34 persen produk domestik bruto (PDB), dengan keseimbangan primer masih mencatatkan surplus sebesar Rp162,7 triliun.
"Kebutuhan untuk pendanaan semakin ketat. Utang jatuh tempo makin meningkat dan mencapai puncaknya kemungkinan pada tiga tahun pertama pemerintahan baru," ujar Akbar.
Fokus belanja pemerintah
Selain itu, belanja pemerintah perlu difokuskan pada sektor-sektor yang memberikan dampak ekonomi dan sosial yang signifikan. Kebijakan automatic adjustment atau pemblokiran anggaran kementerian/lembaga perlu dioptimalkan untuk mengantisipasi defisit fiskal yang semakin melebar."Belanja melebar, penerimaan melambat, defisit yang melebar, utang yang meningkat itu jatuh tempo lagi, itulah situasi di 2025-2027 dengan profil jatuh tempo utang pemerintah sangat tinggi," tutur dia.
Selanjutnya, untuk meningkatkan penerimaan negara, diversifikasi ekonomi dan pengembangan sektor-sektor ekonomi baru perlu didorong untuk menciptakan sumber pendapatan alternatif.
Sebelumnya, rasio total utang pemerintah terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 39,2 persen pada 2023. Kemudian, 39,7 persen pada 2022 dan 40,7 persen pada 2021.
Adapun secara nominal, total utang pemerintah pusat pada April 2024 mencapai Rp8.338 triliun yang terdiri atas pinjaman sebesar Rp1.005 triliun dengan porsi 12,1 persen dan surat berharga negara (SBN) sebesar Rp7.333 triliun dengan porsi 87,9 persen.
Bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa utang luar negeri (ULN) Indonesia pada Mei 2024 tetap terkendali, yang tercatat sebesar USD407,3 miliar.
Posisi ULN tersebut tumbuh sebesar 1,8 persen secara year on year (yoy), setelah mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 1,5 persen (yoy) pada April 2024.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News