Bahkan menurut Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono, keputusan JPMorgan yang dirilis pada Senin, 16 Januari 2017 waktu setempat itu juga tak akan mengubah aturan terkait dealer utama penjual surat utang yang baru dikeluarkan pemerintah.
"Pemerintah menjaga kredibilitas. Keputusan yang sudah diambil juga tidak sembarangan. Ubah-ubah kebijakan serampangan tidak baik juga," ujar Tony, sapaan karib Prasetiantono, di Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Jalan Dr Wahidin Raya, Jakarta Pusat, Senin (16/1/2017).
Sebagai informasi, beberapa waktu lalu Menkeu telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 234/PMK.08/2016 tentang Perubahan Kedua atas PMK Nomor 134/PMK.08/2013 tentang Dealer Utama. Perubahan ini merupakan tindak lanjut pelaksanaan evaluasi dealer utama, dan meningkatkan efektivitas dealer utama berdasarkan tata kelola yang baik.
Dalam beleid tersebut, agen utama yang sudah dicabut kewenangannya bisa mengajukan permohonan kembali setelah 12 bulan, terhitung sejak pencabutan itu dilakukan. Selain itu, kewenangan Kemenkeu dalam menerima dan menolak permohonan menjadi agen utama semakin diperkuat.
Penguatan itu menggaris bawahi pada rekam jejak bank atau perusahaan efek yang mengajukan permohonan. Termasuk pengalaman bank atau perusahaan efek terhadap pengalaman bermitra. "Saya kira Kemenkeu tidak akan mengubah itu. Mereka akan melihat apa yang sudah terjadi. JPMorgan tidak lakukan itu satu kali," tegas Tony.
Sebelumnya Sri Mulyani memutus hubungan kemitraan antara Kemenkeu dengan JPMorgan sebagai bank persepsi. Pemutusan kontrak bank yang berasal dari Amerika Serikat (AS) itu berlaku sejak Januari 2017.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News