Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati. (FOTO: MTVN/Eko Nordiansyah)
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati. (FOTO: MTVN/Eko Nordiansyah)

Indef: Pemerintah Perlu Mewaspadai Ekonomi Jelang Tahun Politik 2018

Eko Nordiansyah • 18 Oktober 2017 11:25
medcom.id, Jakarta: Institute for Development Economic and Finance (Indef) meminta pemerintah untuk mewaspadai ketidakpastian ekonomi di tahun politik. Apalagi perekonomian Indonesia di 2018 diharapkan dapat tumbuh lebih tinggi dan merata, di tengah perhelatan pesta demokrasi di berbagai daerah.
 
"Memasuki tahun politik 2018 upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi ke 5,4 persen kian tidak mudah, meskipun tidak mustahil," kata Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati dalam diskusi 'Menakar Stimulus Fiskal di Tahun Politik: Catatan Kritis RAPBN 2018' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu 18 Oktober 2017.
 
Dirinya mengakui, Pilkada memang dapat meningkatkan aktivitas ekonomi, namun seiring kerapnya penerimaan APBN tidak mencapai target, maka sangat mungkin yang terjadi adalah keadaan wait and see. Bahkan biasanya dunia usaha akan menanti kepastian terpilihnya pemimpin baru atau incumbent di daerah.

"Akibatnya, dapat saja perekonomian baru akan menggeliat di semester kedua 2018. Artinya, momentum peningkatan pertumbuhan ekonomi di semester pertama 2018 tidak optimal. Namun, tidak ada jaminan pula di semester kedua 2018 akan ada akselerasi, seiring kontestasi Pilpres yang akan segera digelar," jelas dia.
 


 
Lebih lanjut, belanja dalam RAPBN 2018 dihadapkan pada dilemma antara sebagai stimulus fiskal atau belanja di tahun politik. Pada RAPBN 2018, poltical budget cycle (Siklus Politik Anggaran) masih kentara. Hal tersebut terlihat dari pola yang sama seperti APBN pada pemilu 2009 dan 2014, di mana belanja sosial meningkat.
 
"Pada APBN 2009, belanja bantuan sosial meningkat sebesar 27,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Pun demikian pada APBN 2013 atau H-1 tahun sebelum pemilu terjadi peningkatan sebesar 21,8 persen dibandingkan APBN 2012 sebesar 6,3 persen. Menjelang pemilu 2019, belanja perlindungan sosial telah curi start di APBN-P tahun 2017," lanjut Enny.
 
Perbandingan antara APBN-P 2016 dan APBN-P 2017, terdapat kenaikan belanja perlindungan sosial sebesar 16,08 persen. Kenaikan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan RAPBN 2018 yang hanya sebesar 1,3 persen. Meskipun begitu, share belanja perlindungan sosial pada RAPBN-P 2018 mencapai 11,22 persen.
 
"Ini tertinggi ketiga setelah belanja Fungsi Pelayanan Umum dan Ekonomi. Indikator tersebut diperkuat dari jumlah Rumah tangga Sasaran (RTS) Penerima Program Keluarga Harapan (PKH) yang meningkat dari enam juta menjadi 10 juta Rumah Tangga," pungkasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan