Ekonom Josua Pardede menilai kebijakan pemerintah Jokowi-JK secara garis besar cukup baik. Khususnya setelah pemerintah mengalihkan subsidi yang bersifat konsumsi seperti subsidi energi ke sektor-sektor yang lebih produktif.
Baca: Ini Alasan Pemerintah Cabut Subsidi Premium
"Dengan pengalihan subsidi tersebut, tekanan inflasi cukup terkendali sehingga membuat nilai tukar rupiah lebih stabil khususnya pada tahun kedua pemerintah Jokowi-JK, yang kemudian membuat sistem keuangan menjadi lebih kuat di tengah ketidakpastian ekonomi global," ujarnya kepada Metrotvnews.com, di Jakarta, Kamis (20/10/2016).
Dirinya menambahkan, pemerintah juga terus mendorong penyaluran kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Kebijakan ini dikombinasikan dengan tren penurunan suku bunga acuan sehingga membuka ruang bagi perbankan untuk meningkatkan penyaluran kreditnya pada sektor UMKM.
Namun demikian, mengingat target pajak yang cenderung tidak realistis dalam dua tahun terakhir, menyebabkan pemerintah juga tidak optimal mendorong belanja pemerintah. Pada akhirnya ini menyebabkan likuiditas perbankan juga menurun.
Baca: BI: Subsidi BBM Dihapus, Sektor Produktif Naikkan Ekonomi RI
"Selain itu, sejalan dengan upaya pemerintah untuk pembiayaan APBN, pemerintah pun juga 'bersaing' dengan sektor perbankan dalam menghimpun dana dari masyarakat sehingga terjadi kondisi crowding out effect yang berimplikasi pada penurunan DPK," jelas dia.
Sementara itu, terkait kinerja penerimaan negara yang menurun, kebijakan fiskal juga dinilai belum optimal mendongkrak daya beli masyarakat. Meskipun suku bunga cenderung turun, sehingga permintaan kredit pun juga menurun.
"Data industri perbankan menunjukkan pertumbuhan DPK dan kredit cenderung terus melambat sehingga berimplikasi pada peningkatan loan to deposit ratio (LDR) yang artinya kemampuan perbankan untuk menyalurkan kredit juga terbatas," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News