Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)
Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

IHSG dan Rupiah Jadi Indikator Penyusunan Asumsi RAPBN 2017

Angga Bratadharma • 14 Juli 2016 17:22
medcom.id, Jakarta: Pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menilai volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) dan gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menjadi di antara indikator untuk menetapkan asumsi makroekonomi di Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017.
 
Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro menjelaskan, penyusunan asumsi makroekonomi di RAPBN 2017 sudah mempertimbangkan banyak hal, termasuk didalamnya volatilitas nilai tukar rupiah dan gerak IHSG. Selain itu, juga melihat sejumlah tantangan yang tengah menghadang sekarang ini dan di masa mendatang.
 
Adapun hal itu disampaikan Bambang saat rapat tentang asumsi dasar RAPBN 2017, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (14/7/2016). Dalam kesempatan itu, hadir Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Sofyan Djalil, Gubernur BI Agus Martowardojo, dan Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin.

Bambang menambahkan, pemerintah terus mencermati dinamika perekonomian global yang masih berisiko dan menantang bagi ekonomi di emerging market, terutama adanya rencana kenaikan suku bunga Federal Reserve AS. "Tetapi, saat ini rupiah masih mengalami apresiasi cukup baik," jelasnya.
 
Adapun apresiasi yang baik dari nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) ini terlihat dari tingkat kurs per 11 Juli 2016 yang sebesar Rp13.112 per USD. Selain itu, masih kata Bambang, IHSG juga terus mengalami kenaikan tajam dalam beberapa waktu teakhir.
 
"Indeks saham kita mencapai 5.069 pada 11 Juli 2016. Bahkan, secara year to date mengalami kenaikan hingga 10,4 persen, meski masih di bawah Filipina dan Thailand," ungkap Menkeu.
 
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Gubernur BI Agus Martowardojo menambahkan, BI memperkirakan nilai tukar rupiah di 2017 berada di kisaran Rp13.300 per USD sampai dengan Rp13.600 per USD. Dalam hal ini, BI tetap mewaspadai kebijakan the Fed dan dinamika ekonomi Tiongkok yang bisa menekan rupiah.
 
"Kebijakan pengampunan pajak diharapkan bisa meningkatkan suplai valas, sehingga bisa mendorong penguatan nilai tukar rupiah. BI akan terus menjaga stabilitas rupiah sesuai dengan fundamentalnya," papar Agus Marto.
 
Lebih lanjut, Agus menjelaskan, pihaknya memperkirakan pertumbuhan ekonomi di 2017 berkisar 5,2-5,6 persen dan inflasi sekitar empat persen plus minus satu persen. "Ini masih sejalan dengan asumsi pemerintah di RAPBN 2017 sekitar 3-5 persen. Di 2017, kami yakin ekonomi Indonesia akan lebih baik," pungkas Agus.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ABD)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan