Ilustrasi. Foto: AFP/Adem Altan.
Ilustrasi. Foto: AFP/Adem Altan.

Investor Asing Mulai Pindahkan Aset dari Negara Berkembang

Fetry Wuryasti • 19 Agustus 2021 10:53
Jakarta: Setelah mengalami aliran modal masuk akibat rilis data Pertumbuhan Domestik Bruto (PDB) kuartal II-2021, terjadi sedikit aliran modal keluar dari USD7,81 juta menjadi USD7,62 juta pada minggu kedua Agustus 2021. Kondisi itu disebabkan investor asing yang memindahkan aset dari pasar negara berkembang.
 
"Penyebabnya, laporan tenaga kerja Amerika Serikat (AS) pada Juli 2021 yang menunjukkan penurunan tajam pada tingkat pengangguran menjadi 5,4 persen," ujar ekonom dari LPEM FEB UI Teuku Riefky, dilansir dari Mediaindonesia.com, Kamis, 19 Agustus 2021.
 
"Sehingga, ini menyebabkan imbal hasil obligasi AS meningkat dan mengubah sentimen pasar. Serta, ekspektasi bahwa The Fed akan mengumumkan tapering-off. Setidaknya, pada pertemuan September," imbuhnya.

Lalu, ada indikasi bahwa arus modal keluar akan terus berlanjut, jika ketidakpastian domestik masih tinggi. Mulai dari implementasi kebijakan PPKM, hingga jumlah kasus covid-19.
 
Arus modal keluar yang berlangsung akhir-akhir ini telah meningkatkan imbal hasil obligasi pemerintah 10 tahun dan satu tahun menjadi masing-masing 6,4 persen dan 3,9 persen. Itu dibandingkan dengan masing-masing 6,3 persen dan tiga persen pada minggu sebelumnya.
 
Demikian pula dampak dari arus balik portofolio, yang membawa rupiah kembali terdepresiasi pada level Rp14.380 per USD. Rupiah diketahui mengalami depresiasi sebesar 2,29 persen (ytd) terhadap USD.
 
Namun, rupiah masih melampaui kinerja ringgit Malaysia dan baht Thailand, dengan depresiasi year-to-date yang lebih rendah. Cadangan devisa sedikit meningkat jadi USD137,3 miliar pada Juli 2021, dari bulan sebelumnya USD137,1 miliar.
 
Itu dipengaruhi penerbitan obligasi pemerintah, serta penerimaan pajak dan jasa. Meski pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih baik dari perkiraan kuartal II-2021, namun laju pemulihan masih terbatas. Sebab, adanya varian delta yang memiliki tingkat transmisi tinggi, sehingga mendorong pemerintah menerapkan pembatasan mobilitas warga.
 
"Di tengah ketidakpastian yang tinggi, kami melihat Bank Indonesia perlu mempertahankan suku bunga kebijakannya di 3,50 persen, dengan tetap menjaga stabilitas nilai tukar dan sektor keuangan," pungkas Riefky.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AHL)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan