Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan SKB digunakan sebagai bukti untuk mendapatkan fasilitas pembebasan pajak penghasilan (PPh) saat ingin melakukan pengalihan atau balik nama atas aset berupa tanah atau bangunan yang dideklarasikan dalam program pengampunan pajak.
"Sampai tanggal 16 kemarin, baru 34 ribu wajib pajak yang melakukan pengalihan nama," kata Ani di Kemenkeu, Jakarta Pusat, Jumat, 17 November 2017.
Adapun dari jumlah tersebut, kata Ani, ada 20 persen wajib pajak yang permohonan SKB-nya ditolak atau berjumlah 6.800 wajib pajak.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengatakan untuk wajib pajak yang mendapat penolakan karena beberapa alasan antara lain tidak melengkapi persyaratan formal seperti legalisasi dari notaris serta tidak ada salinan dokumen pendukung, kemudahan data dalam SKET tidak sama dengan data pendukung seperti luas tanah atau bangunan yang beda, nomor objek pajak yang beda, alamat yang beda, dan salah KPP pada saat mengajukan SKB.
"Bisa saja pada saat ikut tax amnesty luas tanah, alamat tanah dan objek pajak yang dideklarasikan yang berada di Kebon Jeruk misalnya, tapi pada saat mengajukan SKB yang disebutkan yang berada di tempat lain yang enggak diikutkan tax amnesty. Kalau untuk KPP, saya minta Pak Ken untuk fleksibel saja, tidak harus di KPP saat ikut tax amnesty," ujar Ani.
Lalu penyebab lainnya karena developer PPJB tidak bisa diterbitkan SKB karena itu transaksi jual beli, lalu bukan merupakan harta tambahan yang dideklarasikan dalam tax amnesty, serta lainnya seperti terdapat pengalihan hak, tahun perolehan harta sebelum wajib pajak badan tersendiri.
Lebih jauh, Ani menambahkan ada sekitar 151 ribu wajib pajak yang berpotensi memanfaatkan fasilitas SKB PPh.
"Jadi masih ada hampir 120 ribu lagi wajib pajak yang belum mengajukan SKB pengalihan nama," pungkas Ani.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News