Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, rencana kenaikan PPN menjadi 11 persen mulai April 2022 dari yang saat ini sebesar 10 persen akan mengganggu upaya pemulihan ekonomi khususnya daya beli masyarakat kelas menengah.
"Soal PPN yang tarifnya naik 11 persen sangat berisiko terhadap pemulihan ekonomi khususnya dampak ke daya beli kelas menengah pasti terasa," kata Bhima kepada Medcom.id, Sabtu, 2 Oktober 2021.
Ia menyebut, jika harga barangnya naik maka akan terjadi inflasi sementara belum tentu daya beli akan langsung pulih di 2022. Akibatnya masyarakat punya dua opsi, yaitu mengurangi belanja dengan berhemat, atau mencari alternatif barang yang lebih murah.
"Situasinya sangat sulit bagi kelas menengah dan bawah karena PPN tidak memandang kelas masyarakat, mau kaya dan miskin beli barang ya kena PPN," ungkapnya.
Oleh karena itu, ia berharap kepada pemerintah untuk sebaiknya mencabut rencana kenaikan tarif PPN sebelum RUU HPP disahkan di DPR. Apalagi selama pandemi ini, banyak negara yang memberikan insentif pengurangan PPN sebagai stimulus perekonomian.
"Justru tarif PPN-nya diturunkan sebagai stimulus terhadap ekonomi. Untuk kejar rasio pajak masih banyak cara lain yang lebih adil dan tidak kontra terhadap upaya pemulihan daya beli kelas menengah dan bawah," pungkas dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News