"Kami akui adanya pengawasan yang lemah. Sebetulnya itu bersifat resiprokal, kami lengah dan ada kesempatan kayu-kayu tersebut diambil pencuri," ujar Direktur Utama Perum Perhutani Mustoha Iskandar dalam keterangan tertulis, Senin (16/3/2015).
Menurut dia, kondisi ini terjadi karena minimnya supervisi dari mandor yang dipekerjakan. Selain itu, para mandor pun kewalahan. Dengan cakupan pengawasan satu orang mandor yang cukup luas, sekitar 100-150 hektar,
ditambah operasional pengawasan tidak 24 jam, membuat pengawasan Perhutani menjadi tidak maksimal.
Apalagi, Perum Perhutani juga belum menambah mandor. Karena belum ada anggaran dan memerlukan waktu yang cukup lama untuk membentuk satuan pengawasan hutan.
Saat ini, ia melanjutkan, Perhutani hanya berharap upaya pengawasan preventif yang dilakukannya bisa mengurangi kasus pencurian kayu. Pendekatan sosial kepada masyarakat sekitar dinilai sebagai solusi yang lebih manusiawi ketimbang melakukan pengamanan secara represif.
"Langkah ini dinilai Perhutani lebih manusiawi sehingga pengamanan hutan tak harus terkesan sadis," kata Mustoha.
Seperti diketahui, Perum Perhutani memiliki 7.560 polisi hutan yang tersebar di seluruh wilayah milik Perhutani di Jawa dan Madura. Konsentrasi utama polisi hutan berada di daerah zona merah pencurian seperti Tasikmalaya, Pati, dan Jatirogo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News