Rapat Kerja Banggar DPR bersama Pemerintah yang berlangsung hingga Senin (28/6/2016) pukul 01.30 WIB menyepakati hasil-hasil pembahasan di tingkat panitia kerja (Panja).
Rapat yang dipimpin Wakil Ketua Banggar, Said Abdullah mengulas kembali besaran kesepakatan asumsi yang diputuskan di rapat panja seperti pertumbuhan ekonomi 5,2 persen, nilai tukar rupiah Rp13.500 per USD, inflasi 4,0 persen, SPN 3 bulan 5,5 persen, harga minyak mentah Indonesia (ICP) USD40 per barel, lifting minyak 820 ribu barel per hari, serta lifting gas 1.150 barel per hari setara minyak.
"Apakah bisa dilanjutkan ke pembahasan tingkat dua?," tanya Said sekaligus mengetuk paku sidang atas persetujuan anggota Banggar, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (28/6/2016) dini hari.
Adapun penerimaan negara yang disepakati yakni meningkat Rp51,7 triliun dari usulan perubahan Rp1.734,5 triliun menjadi Rp1.786,2 triliun. Kenaikan tersebut dipengaruhi dari adanya perubahan peningkatan asumsi minyak mentah Indonesia (ICP) dan lifting migas yang membuat penerimaan negara dari sektor migas yakni Pajak Penghasilan (PPh) dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ikut meningkat.
Untuk kenaikan penerimaan pajak, disumbang dari kenaikan PPh migas Ro12,1 triliun dari Rp24,3 triliun dalam RAPBNP menjadi Rp36,3 triliun, membuat penerimaan perpajakan seluruhnya ikut terangkat menjadi Rp1.539,2 triliun dari usulan revisi sebelumnya Rp1.527,1 triliun.
Sementara, untuk peningkatan PNBP secara total Rp39,7 triliun dari Rp205,4 triliun menjadi Rp245,1 triliun, yakni disumbang dari SDA Rp90,5 triliun di mana SDA migas menjadi Rp68,7 triliun dan SDA nonmigas Rp21,8 triliun. Sedangkan PNBP lainnya mengalami penurunan Rp700 miliar, pendapatan BLU naik Rp200 miliar dan laba BUMN tetap Rp34,2 triliun.
Sedangkan dari sisi belanja setelah pembahasan di panja, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menyebutkan pagu perubahannya sebesar Rp2.082,9 triliun, yang mana belanja pusat sebesar Rp1.306,7 triliun. Belanja tersebut dibagi untuk belanja kementerian atau lembaga Rp767,8 triliun, belanja non K/L Rp538,9 triliun, serta transfer daerah Rp776,3 triliun.
Sehingga dari postur tersebut tercipta defisit anggaran sebesar 2,35 persen dari PDB atau Rp296,7 triliun yang mana untuk pembiayaan dengan penerbitan utang sebesar Rp364,9 triliun.
"Kami yakini kebijakan fiskal yang ditetapkan ini dapat membantu kebijakan di tahun-tahub selanjutnya," jelas Bambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News