Sebelumnya, dalam catatan awal tahun Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyarankan agar BI bisa memodifikasi lalu lintas devisa agar tidak terlalu bebas.
Devisa yang bebas keluar masuk dikhawatirkan membuat ketidakstabilan ekonomi, terutama berkaitan dengan nilai tukar. Saran ini dilatarbelakangi dari banyaknya dana pengusaha Indonesia yang terparkir di Singapura sehingga menambah cadangan devisa negara tersebut.
"BI masih berpendapat, devisa bebas masih baik untuk Indonesia, masalahnya bagaimana kita memitigasi, dan bagaimana devisa itu bisa masuk," ujar Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, di Jakarta, seperti dikutip Jumat (23/1/2015).
Perry mengatakan, saat ini 82 persen devisa hasil ekspor (DHE) sudah terlapor. Aturan wajib lapor DHE tersebut diatur dalam peraturan BI nomor 14/25PBI/2012. Ada 201.332 pelapor dari eksportir dan 2104 pelapor dari bank.
Diakuinya, ada beberapa devisa yang tidak bisa masuk karena dimiliki oleh perusahaan muti nasional sehingga devisa kembali ke negara asal. BI juga masih mengejar agar eksportir dari sektor migas untuk melaporkan DHE-nya.
"Sepanjang ekonomi kita baik, devisa enggak akan ke mana-mana, devisa tetap akan membiayai ekonomi kita," kata Perry.
Menurut Perry, Indonesia masih menjadi negara favorit untuk berinvestasi selain India. Artinya, meskipun Indonesia menganut lalu lintas devisa bebas tidak akan menjadi masalah. Namun, memang perlu terus dilakukan upaya untuk meningkatkan cadangan devisa yang ada. Kinerja ekspor perlu terus diperbaiki sembari menekan impor.
Dia mengatakan, meskipun Indonesia menganut rezim devisa ketat namun ketika ekspor terus defisit maka devisa Indonesia juga akan tekor.
Dalam kondisi nilai tukar yang berfluktuasi, tambah Perry, BI telah mewajibkan kepada perusahaan yang memiliki utang luar negeri (ULN) untuk melakukan hegding atau lindung nilai sehingga tidak ada risiko nilai tukar jikalau jatuh tempo pembayaran ULN nilai tukar sedang terdepresiasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News