Agar siap menghadapi AEC 2015, pemerintah, pengusaha, dan segenap pemangku kepentingan harus menyiapkan strategi dari sekarang. Waktu yang tersisa menjelang AEC 2015 harus disikapi dari sekarang dengan melakukan berbagai aksi nyata.
Menurut Transaction Advisory Services Partner EY Indonesia, Thomas Wirtz, ada beberapa poin penting dalam AEC 2015 bagi Indonesia. Salah satunya adalah menghapus pembatasan kepemilikan asing yang nantinya bisa membantu mendorong pertumbuhan ekonomi lebih lanjut di Indonesia.
"Di masa lalu, Indonesia mampu menarik arus masuk FDI yang tinggi karena sektor komoditas yang kuat, biaya tenaga kerja yang rendah serta lingkungan ekonomi makro dan politik yang stabil," ungkapnya pada Senin (18/8/2014).
Namun, lanjut Thomas, belakangan hal tersebut telah berubah. Sehingga AEC 2015 harus dilihat sebagai kesempatan untuk menarik investasi asing kembali.
AEC 2015 ini nantinya sejalan dengan Economic Update East Asia Pasifik Bank Dunia yang telah diberlakukan April 2014 lalu, dalam hal pembatasan kepemilikan asing yang lebih kecil dibandingkan FDI. Fokus awal AEC 2015 adalah penyelesaian hambatan tarif yang akan menjadi pendorong arus bebas pergadangan di ASEAN.
Integrasi ekonomi regional lebih banyak mengusung pasar tunggal dan kesetaraan. Maka dari itu, perlu diselaraskan kegiatan non tarif yang dianggap akan menjadi kunci pencapaian AEC 2015.
Anggota ASEAN menggunakan hambatan non-tarif seperti industri dan standar profesional untuk melindungi industri lokal mereka. Penurunan hambatan non-tarif antara ASEAN akan memaksa ekonomi untuk menjadi lebih kompetitif dan membuka Kesempatan untuk ekspansi dan pertumbuhan di luar pasar lokal.
"Di Indonesia, yang investor perlu lakukan adalah memikirkan kembali strategi dan fokus pada skala serta branding daerah. Jika tidak, mereka akan kalah oleh persaingan pasar terbuka," jelasnya.
Bila pemerintah, pengusaha, dan segenap pemangku kepentingan bersatu dalam menghadapi integrasi ekonomi Asean, niscaya Indonesia akan tampil sebagai pemenang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News