"Meskipun ekspektasi inflasi cenderung terkendali dalam target sasaran inflasi BI, tapi BI akan mengantisipasi normalisasi kebijakan the Fed kedepannya," kata Pengamat Ekonomi Bank Permata Josua Pardede, kepada Metrotvnews.com, di Jakarta, Jumat 22 September 2017.
Dalam Federal Open Market Committee (FOMC) meeting bulan ini, Ketua the Fed Janet Yellen mengatakan optimismenya pada perkembangan perekonomian dan kondisi pasar tenaga kerja AS. Optimisme itu, menurut Josua, mendukung the Fed untuk mulai melakukan penurunan neraca keuangan.
"Di mana saat ini mencapai USD4,5 triliun di mana pada tahap awal akan mulai mengurangi sebesar USD10 miliar tiap bulannya dan akan meningkat kedepannya hingga mencapai USD50 miliar tiap bulannya pada tahun depan," jelas dia.
Selain pengurangan neraca keuangan, Josua memprediksi, the Fed juga masih akan menaikkan suku bunga acuannya sebanyak satu kali atau sebesar 25 basis poin (bps). Bahkan kenaikan Fed Fund Rate (FFR) pada tahun depan diprediksi dilakukan sebanyak tiga kali atau total naik 75 bps.
Dirinya menambahkan, normalisasi kebijakan the Fed ini perlu diantisipasi oleh BI mengingat bank sentral Eropa dan beberapa negara maju lainnya diperkirakan juga akan merespons dengan memperketat kebijakan moneternya seiring dengan pemulihan ekonomi. Divergensi kebijakan moneter ini diperkirakan akan mempengaruhi rupiah kedepannya.
"Langkah normalisasi kebijakan the Fed ini pun sudah direspons oleh pasar di mana setelah rapat FOMC, nilai tukar USD menguat terhadap semua mata uang serta kenaikan imbal hasil US Treasury. Selain itu, BI pun diperkirakan masih akan mengevaluasi transmisi kebijakan moneter pada perekonomian setelah BI kembali melonggarkannya pada bulan lalu," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News