Hari ini, Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengusulkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2016 kepada Badan Anggaran (Banggar).
Bambang menyebutkan, perubahan asumsi makro ini selain karena turunnya harga minyak mentah, juga akibat inflasi dan nilai tukar rupiah. Kemudian terjadi dampak fiskal pada pendapatan negara dan belanja negara. Pendapatan negara mengalami penurunan baik itu yang berasal dari pajak dan bukan pajak, serta subsidi dan bunga utang yang mengalami kenaikan.
"Secara umum kami mengajukan perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2016 karena ada perubahan asumsi makro mendasar dan kebutuhan belanja yang mendesak," kata Bambang dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran, di Komplek Parlementer, Senayan, Jakarta, Kamis (2/6/2016).
Bambang menjelaskan, pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2016 diperkirakan tetap sama seperti APBN 2016 mencapai 5,3 persen. Inflasi pada RAPBN-P 2016 diperkirakan mencapai empat persen. Besar inflasi ini turun dari sebelumnya diusulkan pada APBN 2016 sebesar 4,7 persen.
"Pada Mei terjadi inflasi 0,24 persen (month to month), sementara tingkat dari Januari hingga Mei 0,4 persen. Laju inflasi pada 2016 diperkirakan sebesar empat persen lebih rendah dibandingkan APBN 2016," jelas Bambang.
Kinerja perekonomian nasional yang relatif lebih baik, inflasi terkendali, dan kemungkinan penurunan BI rate menyebabkan tingkat bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tetap yaitu sebesar 5,5 persen.
Bambang menambahkan, untuk nilai tukar rupiah pada RAPBN-P 2016 mengalami penurunan dari yang APBN 2016 yaitu dari Rp13.900 per USD menjadi Rp13.500 per USD. Faktor yang mempengaruhi outlook nilai tukar rupiah tersebut adalah perbaikan ekonomi AS, Quantitative Easing (QE) yang masih berlangsung di Jepang, Eropa, dan Tiongkok. Sehingga capital inflow diperkirakan akan semakin tinggi.
"Kurs rupiah Rp13.500 per USD. Dibanding APBN 2016 Rp13.900 per USD berarti rupiah relatif menguat karena kami lihat pola Januari-Mei meski ada kenaikan rupiah karena ada kemungkinan kenaikan Fed Rate pada Juni-Juli," jelas Bambang.
Sementara untuk harga minyak, perkiraan harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) sebesar USD35 per barel. Angka ini sangat rendah dibandingkan usulan APBN 2016 sebesar USD50 per barel dan realisasi APBN 2015 sebesar USD49 per USD.
"ICP USD35 per barel. Realisasi sampai April USD37,2 per barel sejalan dengan peningkatan Brent WTI. Sehingga rata-rata ICP sampai April mencapai USD31,95 per barel," ucap Bambang.
Lifting minyak dan lifting gas pada RAPBN-P 2016 diperkirakan 810 ribu barel per hari dan 1,115 juta barel setara minyak per hari (BBOEPD). Target lifting ini ditaruh karena realisasi lifting minyak dan gas bumi sampai dengan April 2016 mencapai masing-masing 814 ribu barel per hari dan 1,227 juta barel per hari.
"Lifting minyak bumi 2016 diperkirakan sekitar 810 barel per hari dan gas bumi sekitar 1,115 juta barel setara minyak per hari," tutup dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News