OJK. Foto : Mi/Ramdani.
OJK. Foto : Mi/Ramdani.

Momentum Reformasi Jasa Keuangan Pascacovid-19 dalam Percepatan PEN

Husen Miftahudin • 18 Januari 2021 11:11
Jakarta: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan pandemi covid-19 membawa guncangan bagi perekonomian dan pasar keuangan global sehingga menekan kinerja sektor riil dan meningkatnya pengangguran. Pandemi juga berdampak pada meningkatnya beberapa potensi risiko baik risiko likuiditas maupun kredit yang dapat mengancam stabilitas sistem keuangan.
 
Selain itu, industri manufaktur tidak dapat beroperasi pada kapasitas optimal yang mengakibatkan melonjaknya tingkat pengangguran. Oleh karena itu, OJK mengeluarkan kebijakan yang forward looking dan countercyclical yang bertujuan mengurangi volatilitas pasar, memberikan ruang bagi sektor riil dan dapat bertahan, serta menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.
 
"Namun demikian, stabilitas sistem keuangan masih tetap terjaga dengan baik sehingga dapat berperan dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional," ungkap OJK dalam asesmen sektor jasa keuangan 2020 yang dikutip dari laman resmi OJK, Senin, 18 Januari 2021.

Stabilitas sistem keuangan yang tetap terjaga tercermin dari sejumlah indikator intermediasi sektor jasa keuangan. Di sektor perbankan, meski kredit terkontraksi sebesar minus 2,41 persen, namun penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh positif 11,11 persen.
 
Di sisi lain, pertumbuhan kredit pada bank-bank milik BUMN tumbuh sebesar 0,63 persen. Lalu kredit Bank Pembangunan Daerah (BPD) tumbuh 5,22 persen dan Bank Syariah tumbuh sebanyak 9,5 persen.
 
Sejalan dengan hal tersebut, rasio kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) gross perbankan dapat dijaga pada 3,06 persen dan NPL net sebesar 0,98 persen. Rasio kecukupan modal atau Capital Adequacy Ratio (CAR) perbankan juga terjaga mencapai 23,78 persen, naik dibandingkan 23,31 persen pada 2019.
 
Likuiditas perbankan masih pun cukup memadai (ample) ditandai oleh alat likuid perbankan yang terus meningkat mencapai sebesar Rp2.111 triliun dibandingkan dengan tahun lalu yang sebesar Rp1.251 triliun, dan Dana Pihak Ketiga yang tumbuh sebesar 11,11 persen (yoy).
 
"Alat Likuid per Non-Core Deposit 146,72 persen dan Liquidity Coverage Ratio 262,78 persen, lebih tinggi dari threshold-nya," papar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2021 secara virtual, Jumat, 15 Januari 2021.
 
Di sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB), piutang pembiayaan terkontraksi minus 17,1 persen dan premi asuransi komersial minus 7,34 persen. Sedangkan di sektor pasar modal, penghimpunan dananya mencapai Rp118,7 triliun dengan 53 emiten baru.
 
"Dapat kami sampaikan bahwa investor telah raising fund di pasar modal dalam 2020 mencapai Rp118,7 triliun dengan 53 emiten baru. Ini adalah yang tertinggi di ASEAN, dan kebanyakan adalah investor ritel," jelas Wimboh.
 
Adapun Risk-Based Capital (RBC) industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 540 persen dan 354 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen. Begitupun gearing ratio perusahaan pembiayaan yang tercatat sebesar 2,19 persen, jauh di bawah maksimum 10 persen.
 
"Sementara itu, di tengah berbagai upaya meredam dampak pandemi ini terhadap kinerja IKNB, kami tetap menjalankan agenda reformasi IKNB secara bertahap dengan mempertimbangkan dampak pro-cyclical terhadap perekonomian. Pada 2020 telah dikeluarkan berbagai kebijakan mengenai risk management dan good corporate governance," ungkapnya.
 
OJK menyadari masih banyak tantangan ekonomi dan sektor jasa keuangan yang harus dihadapi di 2021, yakni percepatan penanganan pandemi covid-19, menciptakan permintaan pasar, momentum kebutuhan digitalisasi untuk mendukung aktivitas ekonomi, daya saing dan skala ekonomi yang masih terbatas, masih dangkalnya pasar keuangan, kebutuhan akan percepatan transformasi digital di sektor jasa keuangan, pengembangan industri keuangan syariah yang belum optimal, serta ketimpangan literasi dan inklusi keuangan.
 
Terkait hal tersebut, OJK merancang sejumlah kebijakan strategis. Secara garis besar, terdapat lima prioritas OJK yang tertuang dalam Master Plan Sektor Jasa Keuangan Indonesia (MPSJKI) 2021-2025. Prioritas pertama, menciptakan kebijakan yang dapat mendukung program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) dengan memberikan ruang lebih lanjut bagi dunia usaha dan sektor jasa keuangan untuk dapat bangkit kembali di tengah pandemi.
 
Prioritas kedua, penguatan ketahanan dan daya saing sektor jasa keuangan untuk antisipasi persaingan di regional dan global. Prioritas ketiga, pengembangan ekosistem sektor jasa keuangan untuk bisa lebih kontributif kepada stabilitas dan pertumbuhan utamanya dengan meningkatkan peran sektor jasa keuangan untuk mendukung sektor ekonomi prioritas, UMKM, penciptaan lapangan kerja, dan pembangunan daerah.
 
Prioritas keempat, akselerasi transformasi digital di sektor jasa keuangan untuk memberikan ruang competitiveness yang lebih besar dengan mendorong industri jasa keuangan untuk melakukan transformasi digital baik dari proses bisnis, distribution channel, sampai dengan struktur kelembagaannya dengan memperluas kesempatan bagi industri jasa keuangan untuk menjalankan aktivitas berbasis digital dengan penerapan manajemen risiko yang memadai.
 
Prioritas kelima, penguatan kapasitas internal melalui penyempurnaan pendekatan dan infrastruktur pengawasan. Dalam hal ini OJK secara intensif melakukan perampingan proses bisnis dan pemanfaatan teknologi secara efektif melalui inisiatif business process re-engineering.
 
"Kebijakan strategis Master Plan Sektor Jasa Keuangan Indonesia 2021-2025 ini diharapkan dapat menjawab tantangan jangka pendek sebagai akibat dari pandemi covid-19 dan tantangan struktural dalam mewujudkan sektor jasa keuangan nasional yang berdaya saing, kontributif, dan inklusif," tutup Wimboh.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(SAW)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan